Palangkaraya, Kompas -
Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang di Palangkaraya, Kalteng, Sabtu (15/9), mengatakan, hingga kapan moratorium diberlakukan belum dipastikan. Akan tetapi, semakin segera perbaikan dan pembenahan dilakukan, kian cepat pula pemprov mencabut moratorium tersebut.
Transmigrasi di Kalteng sudah dilaksanakan sejak 1960. Sebanyak 100.591 keluarga atau 395.621 jiwa telah didatangkan hingga akhir 2011 dan tersebar di 261 unit permukiman terpadu (UPT). Beberapa lokasi transmigrasi berkembang dengan baik.
”Lokasi-lokasi itu menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru serta berkembang sebagai fungsi perkotaan yang telah memberikan kontribusi bagi percepatan pembangunan Kalteng,” ujarnya.
Namun, sebagian permukiman transmigrasi gagal berkembang. Bahkan, ada yang masuk kategori desa tertinggal. Pada akhirnya, pemerintah daerah harus menanggung beban. Persoalan itu tidak sejalan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 29 Tahun 2009 tentang Ketransmigrasian.
Kondisi transmigran yang saat ini amat memprihatinkan terutama berada di kawasan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) yang tersebar di Kabupaten Kapuas dan Barito Selatan. Pada 1999, sejumlah 15.600 keluarga menempati kawasan PLG yang berasal, antara lain, dari Jawa Timur, Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur.
Mereka tersebar di 39 unit permukiman terpadu atau setara desa. Kini, jumlah transmigran tinggal tersisa sekitar 8.000 keluarga. Mereka hengkang karena infrastruktur yang tak kunjung dibenahi. Listrik belum masuk dan jalan-jalan ke permukiman belum diaspal, bahkan sering rusak.
Suriansah, Kepala Desa
Jalur ini hanya bisa dilalui sepeda motor. Sejak dulu kondisi tak berubah. Bahkan, jembatan menuju Sukakarya hampir roboh.