Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Plus Minus Pilkada Serentak Versi Pemerintah

Kompas.com - 14/09/2012, 12:10 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemindahan jadwal pemilu kepala daerah yang akan dilakukan tahun 2014 memunculkan wacana penyelenggaraan pilkada serentak. Wacana itu masih dibicarakan oleh pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, dan pihak lain yang terkait dalam pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah.

Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Johan mengatakan, salah satu usulan pemerintah yakni agar pilkada yang akan digelar 2014 diundur menjadi 2015. Jika direalisasikan, akan ada sebanyak 279 pilkada tahun itu.

Di kelompok kedua, lanjut Djohermansyah, digelar pilkada tahun 2018. Setidaknya ada 244 pilkada di tahun itu. Jika direalisasikan, maka pilkada kelompok I akan digelar kembali tahun 2020 dan kelompok II digelar 2023. Dengan demikian, kata dia, hanya ada tiga kelompok besar pemilu, yakni dua kali pilkada dan kelompok pemilu legislatif dan pemilu presiden.

"Sekarang ini kita sudah menggelar 852 kali pilkada langsung, rata-rata tiga hari sekali ada pilkada. Kita masuk rekor dunia. Efeknya banyak sekali. Makanya kalau bisa digelar serentak," kata Djohermansyah, saat diskusi di Fraksi Partai Golkar di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (14/9/2012).

Apa kelebihan dan kekurangan pilkada serentak menurut pemerintah? Djohermansyah menjelaskan, dengan pilkada serentak rakyat tidak perlu berulang kali datang ke tempat pemungutan suara, akan ada efisiensi biaya dan waktu, tidak banyak tim sukses. Kelebihan lain pelantikan kepala daerah dapat digelar serentak.

Apa saja kelemahannya? Djohermansyah mengatakan, karena pilkada diundur, maka diperlukan pejabat (PNS) untuk memimpin sementara sampai ada hasil pilkada. Kecuali, kata dia, masa jabatan kepala daerah incumbent diperpanjang. Kelemahan lain, jika terjadi ekses pilkada seperti kerusuhan yang bersamaan di banyak daerah akan mengancam stabilitas nasional.

Djohermansyah menambahkan, hal itu bisa jadi masalah lantaran penyebaran aparat keamanan belum merata di setiap daerah. Masalah lain, pengawasan jalannya pilkada relatif jauh lebih sulit. Begitu pula ketika berhadapan dengan sengketa hasil pilkada lantaran waktu penyelesaian sengketa singkat namun jumlah perkara yang masuk banyak.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Polri Lanjutkan Tugas Satgas Pengamanan untuk Prabowo

Nasional
Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Menhan AS Telepon Prabowo Usai Penetapan KPU, Sampaikan Pesan Biden dan Apresiasi Bantuan Udara di Gaza

Nasional
Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Terima Nasdem, Prabowo: Surya Paloh Termasuk yang Paling Pertama Beri Selamat

Nasional
Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Partai Pendukung Prabowo-Gibran Syukuran Mei 2024, Nasdem dan PKB Diundang

Nasional
MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

MKMK: Hakim MK Guntur Hamzah Tak Terbukti Langgar Etik

Nasional
Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Ratusan Bidan Pendidik Tuntut Kejelasan, Lulus Tes PPPK tapi Dibatalkan

Nasional
Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Surya Paloh Ungkap Alasan Nasdem Tak Jadi Oposisi Pemerintahan Prabowo

Nasional
Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau 'Ge-er'

Golkar: Belum Ada Pernyataan Resmi Pak Jokowi Keluar dari PDI-P, Kami Enggak Mau "Ge-er"

Nasional
Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Politeknik KP Sidoarjo Buka Pendaftaran, Kuota Masyarakat Umum 80 Persen

Nasional
Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Surya Paloh: Nasdem Dukung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Kenaikan Pangkat TNI: 8 Perwira Pecah Bintang, Kabais Resmi Berpangkat Letjen

Nasional
JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin 'Merampok'

JK Nilai Konflik Papua terjadi karena Pemerintah Dianggap Ingin "Merampok"

Nasional
Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Biasa Koordinasi dengan PPATK, Dewas Nilai Laporan Wakil Ketua KPK Aneh

Nasional
Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Kementerian KP Luncurkan Pilot Project Budi Daya Udang Tradisional Plus di Sulsel

Nasional
Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com