Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Relokasi Syiah ala Priyo Ancam Persatuan Bangsa

Kompas.com - 11/09/2012, 10:52 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pernyataan Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengenai relokasi warga muslim Syiah di Sampang dinilai oleh pendiri Institut Kebijakan Publik dan aktivis change.org Usman Hamid sebagai bentuk ancaman terhadap persatuan bangsa. Pasalnya, relokasi terhadap warga negara, apa pun dalihnya, melanggar norma hukum dan hak asasi manusia tentang perlindungan terhadap warga negara.

"Usulan Priyo (tentang relokasi) ini menunjukkan ketidaksiapan untuk hidup bersama sebagai sebuah bangsa di atas kaidah negara hukum. Ini (usulan relokasi) juga membuktikan rendahnya kesadaran berdemokrasi sekaligus ketidakmampuan dalam menjalankan konsekuensi memilih bentuk negara kesatuan dan republik. Jadi otomatis usulan relokasi Priyo itu mengancam persatuan bangsa yang dibangun dari tiga pilar tadi," ujar Usman Hamid kepada wartawan di Jakarta, Selasa (11/9/2012).

Usman menjelaskan, para pendiri bangsa, terlebih lagi Soekarno atau Bung Karno, memilih dasar landasan yang dibangun dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia karena tiga pilar, yaitu persamaan hak pada warga yang setara dan sederajat (equal citizenship), negara hukum (rule of law), dan penghormatan atas martabat manusia (human dignity).

Pernyataan Priyo yang juga politisi Golkar tersebut, lanjutnya, justru bertolak belakang terhadap yang dibangun Bung Karno. Pasalnya, dalam ide relokasi warga muslim Syiah di Sampang menjurus pada keterlibatan negara untuk lebih jauh dalam mengeliminasi hak warga Syiah, yang notabene rakyatnya sendiri.

Kemampuan dan cara pandang Priyo, terangnya, lebih kurang sama dengan Menteri Agama Suryadharma Ali. Kedua politisi tersebut, menurut Usman, sama sekali tak memakai norma hukum dan hak-hak asasi manusia tentang perlindungan warga yang jadi korban persekusi atas nama agama.

"Kira-kira metafora begini, bagi mereka, jika ada binatang buas menyerang warga hingga tewas, maka warga harus dipindahkan, bukan binatang itu yang dikurung. Mereka tak berani mengurung binatang tersebut," tambah Usman.

Dia menambahkan, logika relokasi ini perlahan memperkuat kekecewaan publik dalam berbagai hal, contohnya dapat dilihat dalam kasus korupsi. Jika ada serangan hukum KPK terhadap politisi Partai Politik atau birokrat Kementerian Agama, terangnya, maka KPK harus dikurung.

Dia menjabarkan, logika dua politisi ini yaitu relokasi dan asimilasi adalah logika keliru. Dia menyarankan Priyo sebaiknya banyak belajar pada ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang menjelaskan bahwa relokasi termasuk pelanggaran konstitusi. "Priyo harus membaca baik-baik teks dan konteks konstitusi agar mengerti maksud Ketua MK Mahfud MD yang menjabarkan relokasi, termasuk pelanggaran terhadap konstitusi," ujarnya.

Usman yang juga dewan pembina KontraS menjelaskan, menurut kaidah konstitusi, baik nasional maupun internasional, relokasi termasuk dalam bentuk kekerasan terhadap sekelompok warga tertentu atau persekusi. Relokasi, menurutnya, adalah unsur kejahatan terhadap kemanusiaan. Bila persekusi ditambah dengan relokasi, bahkan asimilasi, maka hal itu dapat mengarah pada kejahatan genosida, yang juga dapat diartikan negara makin dianggap melakukan pelanggaran HAM berat lewat kebijakannya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso mengungkapkan, warga muslim Syiah di Sampang boleh direlokasi ke tempat lain. Sebab, masalah kasus Sampang murni urusan keluarga, bukan permasalahan antara perbedaan mazhab Syiah dan Sunni.

"Jadi tolong diluruskan karena seolah ada konflik NU dengan Syiah atau antara Sunni dan Syiah ternyata tidak semengerikan yang kita sangka. Oleh karena itu, rencana relokasi menurut pandangan saya silakan dilakukan karena inti masalah bukan gesekan antara Sunni dan Syiah, tapi hanya motif perselisihan keluarga," ujar Priyo di gedung DPR, Jakarta, Senin (10/9/2012).

Sedangkan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang juga tokoh masyarakat Sampang, Madura, menjelaskan, usulan relokasi warga Syiah dari Sampang, Madura, bertentangan dengan konstitusi. Ia menegaskan, konstitusi menyebutkan, merelokasi warga di suatu negara termasuk dalam tindakan diskriminatif.

"Saya sangat tidak setuju relokasi (warga Syiah) karena itu bertentangan dengan konstitusi. Dalam konstitusi dikatakan, orang dapat memilih tempat tinggal dan tidak boleh dipindah (relokasi). Di mana pun orang bebas memilih tempat tinggal. Orang tidak boleh dipaksa relokasi," kata Mahfud seusai mengisi acara Silaturahim Kompas Gramedia, di Jakarta, Kamis (6/9/2012) malam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

    Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

    Nasional
    KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

    KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

    Nasional
    Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

    Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

    Nasional
    Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

    Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

    Nasional
    DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

    DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

    Nasional
    Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

    Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

    Nasional
    Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

    Tentara AS Hilang di Hutan Karawang, Ditemukan Meninggal Dunia

    Nasional
    Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

    Lihat Sikap Megawati, Ketua DPP Prediksi PDI-P Bakal di Luar Pemerintahan Prabowo

    Nasional
    PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa 'Abuse of Power'

    PDI-P Harap Pilkada 2024 Adil, Tanpa "Abuse of Power"

    Nasional
    PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

    PKS Belum Tentukan Langkah Politik, Jadi Koalisi atau Oposisi Pemerintahan Prabowo-Gibran

    Nasional
    KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

    KPK Duga Biaya Distribusi APD Saat Covid-19 Terlalu Mahal

    Nasional
    Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

    Anggap Jokowi dan Gibran Masa Lalu, PDI-P: Enggak Perlu Kembalikan KTA

    Nasional
    Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

    Naik Kereta Cepat, Ma'ruf Amin Kunjungan Kerja ke Bandung

    Nasional
    Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

    Harga Bawang Merah Melonjak, Mendag Zulhas: Karena Tidak Ada yang Dagang

    Nasional
    Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

    Dua Tersangka TPPO Berkedok Magang Sembunyi di Jerman, Polri Ajukan Pencabutan Paspor

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com