Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tujuh Calon Pernah Bela Kasus Korupsi

Kompas.com - 11/09/2012, 02:07 WIB

Jakarta, Kompas - Koalisi Masyarakat Pemantau Peradilan menemukan ada tujuh dari 89 calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi yang pernah membela kasus korupsi. Kasus yang dibela beragam, antara lain dugaan korupsi yang melibatkan kepala sekolah, kepala desa, atau pejabat pemerintah kabupaten di daerah masing-masing.

Salah satu pegiat Koalisi Masyarakat Pemantau Peradilan Emerson Yuntho, Senin (10/9) di Jakarta, mengatakan, Panitia Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tipikor seharusnya mempertimbangkan hal tersebut.

Dia juga meminta pansel untuk mewaspadai calon-calon yang bermental koruptor. Artinya, calon yang bisa menggunakan segala cara seperti suap-menyuap untuk menyelesaikan perkara.

Hal itu, menurut Emerson, bisa diketahui dengan cara menginvestigasi dan pendalaman pada saat wawancara berlangsung.

Dalam seleksi kali ini, calon didominasi oleh advokat, disusul oleh panitera pengadilan, pegawai negeri sipil, staf pengajar, dan pensiunan PNS/purnawirawan.

Kalangan lembaga swadaya masyarakat dan swasta tergolong tidak terlalu meminati seleksi hakim ad hoc tipikor. Calon didominasi oleh kalangan dengan usia 46 tahun hingga 50 tahun, khususnya untuk calon hakim ad hoc tipikor tingkat pertama (44 persen). Sementara itu, calon untuk hakim ad hoc tipikor tingkat banding didominasi calon yang berusia di atas 51 tahun (sekitar 43 persen).

Pengadilan tipikor

Sementara itu, Mahkamah Agung akan menunda rencana penambahan pengadilan khusus tipikor di wilayah Jakarta. Penundaan ini terkait dengan belum diperolehnya hakim ad hoc tipikor sesuai kuota atau kebutuhan.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur mengungkapkan, MA memang berencana menambah pengadilan tipikor yang menginduk di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, PN Jakarta Timur, PN Jakarta Selatan, dan PN Jakarta Utara.

MA telah memiliki hakim-hakim karier bersertifikasi tipikor di empat PN tersebut, tetapi masih mencari hakim ad hoc tipikor untuk ditempatkan di wilayah itu. Berdasarkan pengalaman tiga kali seleksi sebelumnya, Ridwan mengungkapkan, sangat sulit untuk mencari hakim ad hoc tipikor.

Hal senada diungkapkan Wakil Ketua Panitia Seleksi Hakim Ad Hoc Tipikor Suhadi minggu lalu. Suhadi yang juga hakim agung itu mengungkapkan, MA akan melihat hasil seleksi hakim ad hoc tipikor kali ini. Apabila hanya sedikit yang lolos, MA akan memprioritaskan untuk wilayah yang kekurangan hakim ad hoc.

Menurut Suhadi, Undang-Undang Pengadilan Tipikor memang mengatakan bahwa sebaiknya pengadilan tipikor berada di tiap ibu kota kabupaten/kota. Untuk DKI Jakarta, artinya hal itu berada di kota. Pasal terakhir UU Pengadilan Tipikor menyebutkan, pengadilan tersebut untuk pertama kali harus didirikan di setiap ibu kota provinsi di seluruh Indonesia.

Kalau dibutuhkan di ibu kota kabupaten, menurut dia, pengadilan tipikor bisa didirikan. Namun, hal tersebut bukan keharusan. (ana)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com