AMBON, KOMPAS
”Jemput paksa merupakan langkah akhir jika Theddy Tengko tidak juga memenuhi panggilan ketiga sekaligus panggilan terakhir oleh kejaksaan,” ujar Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Maluku Natsir Hamzah, di Ambon, Senin (3/9).
Panggilan ketiga ini dijanjikan oleh Natsir akan dilakukan dalam waktu satu minggu sampai dua minggu ke depan. Pada panggilan pertama dan kedua, Natsir mengatakan, Theddy tidak datang tanpa alasan yang jelas.
Ditanyakan alasan pemanggilan pertama hingga ketiga tidak dilakukan secepatnya setelah putusan Mahkamah Agung (MA), Natsir berdalih karena banyaknya prosedur yang harus dilalui.
Pemanggilan Theddy dilakukan sebagai bagian dari eksekusi atas putusan MA terhadap Theddy Tengko. Pada pertengahan April lalu, MA menyatakan Theddy terbukti mengorupsi APBD Kabupaten Aru. Dengan dasar itu, Theddy dijatuhi pidana penjara empat tahun, denda Rp 500 juta, dan mengganti kerugian negara Rp 5,3 miliar.
Putusan ini merupakan jawaban atas kasasi pihak kejaksaan terhadap putusan Pengadilan Negeri Ambon, Maluku, pada Oktober 2011, yang menyatakan Theddy Tengko tidak bersalah.
Berlarut-larutnya penyelesaian kasus korupsi APBD Aru Tahun 2006-2008 itu, tidak terjadi kali ini saja. Hal itu sudah tampak sejak Theddy ditetapkan sebagai tersangka oleh kejaksaan pada awal 2010. Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Theddy baru diperiksa kejaksaan November 2010. Lambatnya surat izin dari Presiden untuk pemeriksaan berulang kalinya dia mangkir menjadi penyebab utama.
Sementara itu, kuasa hukum Theddy Tengko, Yusril Ihza Mahendra, menilai putusan MA atas Theddy cacat hukum. Alasannya, putusan MA tersebut tidak memenuhi Pasal 197 Ayat (1) Huruf k KUHAP, yaitu perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan.
Karena itu, berdasarkan Pasal 197 Ayat (2) KUHAP, putusan itu batal demi hukum. ”Karena putusan batal demi hukum, putusan itu dianggap tidak pernah ada sehingga kejaksaan pun tidak bisa mengeksekusi putusan MA,” ujarnya.