Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengetatan Remisi Masih Terkendala

Kompas.com - 18/08/2012, 05:23 WIB

Jakarta, Kompas - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap mempertahankan dan melanjutkan kebijakan pengetatan pemberian remisi terhadap narapidana kasus korupsi, narkotika, terorisme, dan jenis tindak pidana sejenisnya. Namun, keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan keputusan Menkumham terkait pembatalan pembebasan bersyarat telah merugikan kebijakan pengetatan.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana mengatakan hal itu menjawab pertanyaan wartawan mengenai masih diberikannya remisi untuk narapidana korupsi dan sejenis, Jumat (17/8) di Jakarta.

Dalam rangka memperingati HUT Ke-67 Kemerdekaan RI, Kemenhukham memberikan remisi atau pengurangan hukuman kepada 58.595 napi di seluruh Indonesia, termasuk napi kasus korupsi. Sebanyak 2.246 napi di antaranya dapat langsung menghirup udara bebas pascapengurangan hukuman ini. Napi di wilayah Jawa Barat tercatat paling banyak mendapatkan remisi, yaitu sebanyak 6.715 napi.

Meski remisi kali ini berlaku juga untuk napi korupsi, sebanyak 71 napi korupsi di wilayah Kantor Wilayah Hukum dan HAM Nusa Tenggara Timur tak mendapatkan remisi. Kepala Divisi Pemasyarakatan Kanwil Hukum dan HAM NTT Dardiansyah di Kupang, mengatakan, pihaknya mengusulkan 61 napi korupsi diberi remisi. Namun, hingga jelang siang kemarin, tidak tercantum satu pun napi korupsi yang memperoleh remisi.

Dikritik

Pemberian remisi kepada napi kasus korupsi dikritik berbagai kalangan. Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch Donal Fariz menilai, pemerintah masih setengah hati menerapkan kebijakan pengetatan.

Menurut Wakil Direktur LBH Padang, Roni Saputra, pemberian remisi adalah bentuk ketidakseriusan pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. ”Program antikorupsi itu hanya jualan pemerintah tanpa ada tindakan konkret,” kata Roni di Padang.

Sekretaris Eksekutif Komite Aksi untuk Munir, Choirul Anam, juga mengecam Kemenhukham yang kembali memberikan remisi kepada mantan pilot Garuda, Pollycarpus Budihari Priyanto. Kali ini, terpidana 20 tahun penjara kasus pembunuhan aktivis HAM Munir itu mendapatkan remisi 6 bulan 10 hari. ”Rata-rata dia diberi remisi enam bulan. Sudah tiga kali kami menyurati Kemenhukham soal remisi ini,” ujarnya.

Denny mengatakan, pihaknya mendapat banyak perlawanan sehingga penerapan kebijakan pengetatan tidak mudah. Denny mencontohkan gugatan sejumlah napi korupsi melalui kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, ke PTUN yang berakhir pada kekalahan Menhukham. PTUN Jakarta membatalkan Surat Keputusan Menhukham yang mencabut SK menteri sebelumnya mengenai pembebasan bersyarat.

Pascaputusan tersebut, menurut Denny, Kemenhukham telah dan sedang menguatkan dasar hukum pengetatan melalui perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2006 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Hak-hak Narapidana.

(ana/edn/ong/MHF/RWN/ ANS/RUL/COK/UTI/INK/APO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com