Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Diduga Hendak Melokalisasi Kasus Rekening Tak Wajar

Kompas.com - 14/08/2012, 09:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian diduga ingin menutupi atau melokalisasi kasus rekening tak wajar milik para petingginya karena tetap ngotot menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri. Apalagi, sebetulnya laporan rekening tak wajar milik salah satu jenderal polisi yang terlibat dalam kasus itu telah diserahkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan sejak tahun lalu.

”Kondisi itu menguatkan persepsi bahwa polisi sebenarnya tak serius menuntaskan kasus ini. Kenapa baru memproses setelah KPK sudah mulai menyidik kasus ini, padahal tahun 2011 sudah mendapatkan laporan transaksi mencurigakan dari PPATK,” kata peneliti dari Indonesia Corruption Watch, Tama S Langkun, Senin (13/8/2012).

Kepala PPATK Muhammad Yusuf mengakui sedikitnya Rp 10 miliar transaksi mencurigakan ditemukan pada satu rekening. Yusuf yang pekan lalu mendatangi KPK untuk acara buka puasa bersama sempat menanyakan perkembangan laporan transaksi mencurigakan kasus korupsi di Korlantas yang disidik KPK.

Menurut Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar di Jakarta, Polri memang menerima laporan hasil analisis (LHA) dari PPATK tahun 2011 atau 2012, tetapi tidak disebutkan secara spesifik LHA transaksi keuangan mencurigakan terkait kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulasi.

Boy mengatakan, tahun 2011, Polri menerima 181 laporan transaksi keuangan mencurigakan dari PPATK. Dari jumlah itu, 123 LHA diselidiki, tetapi 30 yang lain tidak dapat ditingkatkan ke penyidikan. Ada 7 laporan ke tahap penyidikan. Tahun 2012, Polri menerima 13 laporan transaksi keuangan mencurigakan.

Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo menyatakan akan menindaklanjuti informasi aliran dana miliaran rupiah kepada pihak-pihak yang terlibat kasus Korlantas.. ”Semua harus ditindaklanjuti dengan langkah-langkah riil. Informasi itu ada tindak lanjutnya (berupa) penyelidikan,” katanya.

Kemarin, Badan Reserse Kriminal Polri memeriksa salah satu tersangka, Soekotjo S Bambang, di Bandung. Bareskrim juga memeriksa pihak bank yang digunakan untuk menerima hasil pembayaran yang diterima tersangka Budi Susanto. ”Penyidik siang ini berangkat ke Bandung untuk memeriksa Soekotjo Bambang,” kata Boy Rafli.

Kuasa hukum Soekotjo, Erick S Paat, mengakui, sejak pukul 15.30, penyidik Bareskrim memeriksa Soekotjo sebagai saksi untuk tersangka Budi Susanto dan Brigjen (Pol) Didik Purnomo.

Terkait transaksi keuangan, Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, KPK memang meminta PPATK menelusuri rekening dan transaksi mencurigakan seputar kasus korupsi alat simulasi. Namun, Johan tak mengetahui detail LHA.

Selain data transaksi mencurigakan milik petinggi Polri, terdapat juga informasi transaksi mencurigakan Primer Koperasi Polri Direktorat Lalu Lintas (Primkoppol Ditlantas). Ada aliran dana masuk dan keluar yang terlacak di rekening Primkoppol Ditlantas dari Budi dan Soekotjo. (BIL/FER/WHY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

    Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

    Nasional
    Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

    Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

    Nasional
    Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

    Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

    Nasional
    Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

    Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

    Nasional
    JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

    JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

    Nasional
    Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

    Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

    Nasional
    Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

    Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

    Nasional
    DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

    DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

    Nasional
    Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

    Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

    Nasional
    Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

    Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

    Nasional
    Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

    Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

    Nasional
    Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

    Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

    Nasional
    Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

    Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

    Nasional
    Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

    Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

    Nasional
    CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

    CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com