Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 09/08/2012, 21:36 WIB
Dimasyq Ozal

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan, institusi penegak hukum mana pun berwenang menyelidiki kasus korupsi asalkan tidak tumpang tindih. Menurut Yusril, KPK berhak mengambil alih penanganan kasus korupsi jika ada indikasi penanganan yang tidak tuntas pada lembaga lain.

"Saya tidak menyesalkan siapa yang mau melakukan penyidikan. Oleh karena, menurut sistem perundang-undangan sistem kita, polisi, jaksa, maupun KPK memang semua itu diberikan kewenangan untuk diberikan penyidikan dan penyelidikan dan penuntutan terhadap kasus-kasus korupsi," kata Yusril, Kamis (9/8/2012) di Jakarta.

Akan tetapi, ia menekankan bahwa ketika satu institusi penegak hukum sudah memulai penyidikan, maka institusi lain menjadi tidak berwenang. "Kalau KPK melakukan penyidikan, maka polisi dan jaksa tidak berwenang melakukan penyidikan untuk obyek yang sama. Sebaliknya juga kalau polisi dan jaksa sudah melakukan penyidikan, KPK juga tidak berwenang di obyek yang sama," ujarnya.

Ia menambahkan, kecuali jika KPK mengambil alih dari penyidikan dari institusi lain, maka ada tiga hal yang memungkinkan itu bisa terjadi. Pertama, penyidikan institusi tersebut berlarut-larut diselesaikan. Laporan masyarakat pun tak kunjung ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

Alasan kedua terkait penyidikan mengandung unsur kolusi dan suap. Adapun alasan ketiga jika penyidikan itu justru malah untuk melindungi orang yang diduga melakukan kejahatan. Bila ketiga hal itu terjadi demikian, menurut Yusril, maka KPK pun mesti intervensi terhadap penyelidikan kasus korupsi yang dilakukan Polri ataupun jaksa.

"Kalau KPK melihat seperti itu, maka KPK harus memberitahukan ke polisi dan jaksa. Begitu KPK mengambil alih, polisi dan jaksa menjadi tidak berwenang, itu saja. Jadi saya enggak ada urusan memihak sana-sini, lebih senang situ lebih senang sini. Enggak ada urusan buat saya, saya menerangkan itulah hukumnya," kata yusril.

Mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia itu menyatakan, tidak akan mencampuri urusan yang terjadi antara KPK dan Polri. "Apa enggak berpikir suatu saat nanti jaksa akan melakukan kejahatan, KPK juga. Jadi sebenarnya pikiran orang ini dibikin kacau oleh asumsi-asumsi yang tidak sesuai. Pokoknya semua itu boleh asal prosedur yang ditaati," katanya.

Yusril pernah diundang ke Mabes Polri untuk membicarakan masalah sengketa kewenangan KPK dan Polri dalam kasus dugaan korupsi di Korps Lalu Lintas Polri. Ia menilai, jika sengketa itu dibawa ke Mahkamah Konstitusi, Polri memiliki kedudukan lebih kuat karena memiliki kewenangan yang diatur dalam perundang-undangan yang lebih tinggi.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu

Saat Jokowi Bertemu 2 Menteri PKB di Tengah Isu Hak Angket Kecurangan Pemilu

Nasional
Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Sisa 4 Provinsi yang Belum Direkapitulasi, Sebelum KPU Tetapkan Hasil Pemilu 2024

Nasional
Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Puncak Mudik Jatuh 5-7 Apriil 2024, 6 Ruas Tol Beroperasi Fungsional

Nasional
Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Respons Parpol KIM hingga Gibran Buntut Golkar Minta Jatah 5 Menteri

Nasional
Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Pemerintah Dianggap Kerdilkan Kondisi HAM di Indonesia Dalam Sidang Komite PBB

Nasional
Ketua DPRD DKI, Masinton, dan Ade Armando Terancam Gagal Tembus DPR dari 'Dapil Neraka' Jakarta II

Ketua DPRD DKI, Masinton, dan Ade Armando Terancam Gagal Tembus DPR dari "Dapil Neraka" Jakarta II

Nasional
Dugaan Penggelembungan Suara PSI di Sorong Selatan: 0 di TPS Jadi 130 di Kecamatan

Dugaan Penggelembungan Suara PSI di Sorong Selatan: 0 di TPS Jadi 130 di Kecamatan

Nasional
Jokowi Panggil 2 Menteri PKB, Pengamat Duga untuk Tarik Dukungan PKB ke Pemerintahan Prabowo Kelak

Jokowi Panggil 2 Menteri PKB, Pengamat Duga untuk Tarik Dukungan PKB ke Pemerintahan Prabowo Kelak

Nasional
Minta Tiket Lebaran Tak Dinaikkan, Mendagri: Jangan Aji Mumpung

Minta Tiket Lebaran Tak Dinaikkan, Mendagri: Jangan Aji Mumpung

Nasional
Mendagri Minta Harga Tiket Transportasi Lebaran Tak Dinaikkan

Mendagri Minta Harga Tiket Transportasi Lebaran Tak Dinaikkan

Nasional
Mendagri Minta Pemda Salurkan THR dan Gaji Ke-13 Tepat Waktu

Mendagri Minta Pemda Salurkan THR dan Gaji Ke-13 Tepat Waktu

Nasional
Tanggal 21 Maret 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Maret 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
AHY Siap Sediakan Lahan untuk 14 PSN Baru, Statusnya Harus 'Clean and Clear'

AHY Siap Sediakan Lahan untuk 14 PSN Baru, Statusnya Harus "Clean and Clear"

Nasional
Prabowo-Gibran Menang di Papua Barat Daya, Provinsi Terbaru Hasil Pemekaran

Prabowo-Gibran Menang di Papua Barat Daya, Provinsi Terbaru Hasil Pemekaran

Nasional
Baleg dan Pemerintah Sepakat RUU DKJ Dibawa Ke Paripurna, Hanya Fraksi PKS Menolak

Baleg dan Pemerintah Sepakat RUU DKJ Dibawa Ke Paripurna, Hanya Fraksi PKS Menolak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com