Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fungsi Pemerintahan SBY Semakin Tidak Jelas

Kompas.com - 06/08/2012, 16:40 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemohon Uji Materi Undang-undang KPK di Mahkamah Konstitusi (MK) Habiburokhman menilai bahwa Presiden SBY terlampau lemah dan tidak tegas. Selain itu, fungsi pemerintahan yang dikendalikan oleh SBY dinilai semakin tidak jelas menyusul mengemukanya sengketa penyidikan perkara korupsi pengadaan simulator SIM antara KPK dan Polri.

"Presiden itu terlalu lemah, tidak tegas. Harusnya dia bisa panggil Kapolri dan mengingatkannya supaya harus patuhi UU, biarkan kasus itu ditangani KPK," ujar Habiburokhman di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (6/8/2012).

Dia menyebutkan bahwa Polri sulit melepas perkara korupsi simulator SIM Korlantas ke KPK karena jajaran Polri adalah pelaku yang terlibat. Sebagai masyarakat yang mendambakan pimpinan tegas melawan korupsi, Habiburokhman turut menyayangkan ketidakjelasan kebijakan Pemerintahan SBY.

SBY, menurutnya, terkesan lepas tangan ketika dua 'anaknya' saling berkelahi. Anak yang satu, atau KPK, jelas-jelas benar karena berpedoman pada undang-undang. Sedangkan anak yang satunya lagi, yaitu Polri, salah karena mengacu pada undang-undang yang kedudukannya di bawah undang-undang yang diacu KPK.

"SBY malah menganjurkan jika menyelesaikan baik-baik sengketa ini (KPK vs Polri). Di mana fungsi pemerintahannya dia? Kok fungsi pemerintahan SBY semakin tidak jelas. Rakyat Indonesia benar-benar kehilangan seorang pemimpin yang dapat melaksanakan pemerintahan sesuai aturan hukum," ujarnya menyesalkan.

Habiburokhman juga menjelaskan bahwa sinergi yang dilontarkan Presiden SBY tidak jelas. Sinergi yang diungkapkan SBY malah berbahaya dan dapat menyebabkan dualisme kewenangan penyidikan yang tidak efektif. Pernyataan Presiden tersebut dianggapnya multitafsir dan mengakibatkan kebingungan di kalangan masyarakat karena tidak memiliki seorang pemimpin yang menjadi teladan dari ketegasan.

Dia tidak lupa mengingatkan bahwa UU KPK tidak mencantumkan join investigation. Kalau perkara itu sudah masuk di KPK, maka institusi hukum lain seperti Kepolisian tidak memiliki kewenangan untuk menyidik.

Dia juga menyesalkan jika Polri menggunakan MoU sebagai dalil hukum. Menurutnya kedudukan MoU di bawah undang-undang.

"Saya tak tahu ya belajar hukum di mana orang yang katakan MoU bisa kalahkan UU. Kalau MoU bertentangan dengan UU, maka yang ada absolutely salah dan tak berlaku," tegasnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

    KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

    Nasional
    Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

    Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

    Nasional
    Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

    Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

    Nasional
    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Nasional
    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Nasional
    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    Nasional
    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Nasional
    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Nasional
    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Nasional
    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    Nasional
    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Nasional
    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Nasional
    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

    MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

    Nasional
    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com