Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik "Korlantas", UU KPK Diuji di MK

Kompas.com - 06/08/2012, 08:36 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sebagai wujud dukungan agar kasus dugaan korupsi simulator di Korps Lalu Lintas Polri disidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Habiburokhman, Munathsir Mustaman, dan Maluana Bungaran mendaftarkan permohonan uji materi Undang-Undang KPK.

Rencananya, uji materi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK akan didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi, Senin (6/8/2012).

"Kami merasa situasi ini tak bagus. Masing-masing pihak ngotot dengan pendiriannya. Karena itu, kami ingin MK memperjelas Pasal 50 Ayat (3) UU KPK. Dengan putusan MK itu, tak akan lagi ada celah bagi polisi atau juga nanti jaksa menyidik kasus yang sudah disidik KPK," ujar Habiburokhman di Jakarta, kemarin.

Habiburokhman bersama dua rekan sesama advokat mengemukakan, kasus penyidikan ganda perkara dugaan korupsi simulator mengemudi adalah preseden buruk bagi penegakan hukum. ”Satu-satunya pihak yang paling diuntungkan dari pertikaian antara KPK dan Polri adalah para koruptor yang tidak ingin perbuatannya merampok keuangan negara terbongkar,” ujarnya.

Menurut dia, dalam konteks logika hukum, pengusutan kasus ini akan lebih baik jika dilakukan KPK. Akan sulit bagi penyidik Polri untuk dapat bersikap independen dan terhindar dari intervensi ketika menyidik perkara yang terjadi di lingkungan mereka.

Tidak terlalu salah

Namun, dalam konteks legalitas, keteguhan sikap Polri untuk menyidik perkara ini, menurut Habiburokhman, tidak terlalu salah. Rumusan Pasal 50 Ayat (3) UU No 30/2002 tidak terlalu jelas menghapuskan kewenangan penyidikan Polri dalam perkara yang sudah disidik KPK.

Pasal itu berbunyi, ”Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi sudah mulai melakukan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian atau kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan.”

”Sayangnya, dalam frasa tersebut tidak ada keterangan kewenangan kepolisian dan kejaksaan dalam UU apa yang menjadi hilang ketika KPK sudah menyidik,” ujar Habiburokhman.

Sebelumnya, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, jika Presiden tak kunjung bertindak atas konflik antara polisi dan KPK, masyarakat bisa mengajukan gugatan ke MK. Masyarakat bisa meminta MK untuk menguji UU KPK. Langkah tersebut, menurut Lukman, merupakan upaya beradab dalam negara hukum agar ada kepastian.

Berbeda dengan Lukman, Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari justru mengusulkan agar kedua lembaga tersebut tetap sama-sama menangani kasus korupsi Korlantas. ”Biarkan kedua institusi penegak hukum itu berlomba-lomba menangani kasus dugaan korupsi Korlantas,” katanya.

Menurut Hajriyanto, perdebatan secara legal-formal mengenai siapa yang paling berwenang menangani kasus tersebut juga tetap tidak ada ujungnya. Perdebatan itu dikhawatirkan hanya akan menguras energi sehingga substansi permasalahan, yaitu pemberantasan korupsi, terbengkalai. (inu/nta)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

    FPI, PA 212, dan GNPF Ulama Dukung Hakim MK Bikin Putusan yang Seadil-adilnya

    Nasional
    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Bantah Putusan Bocor, MK: Rapat Hakim Masih sampai Minggu

    Nasional
    Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

    Jaga Independensi, MK Sembunyikan Karangan Bunga yang Sindir Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

    Busyro Muqqodas Harap Putusan MK Soal Sengketa Pilpres Berpihak pada Etika Kenegaraan

    Nasional
    Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

    Kemenlu: Indonesia Sesalkan DK PBB Gagal Sahkan Resolusi Keanggotaan Penuh Palestina

    Nasional
    Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

    Yusril Prediksi MK Tak Diskualifikasi Gibran

    Nasional
    Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

    Soal Besaran Tunjangan ASN yang Pindah ke IKN, Pemerintah Tunggu Jokowi

    Nasional
    MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

    MK Bantah Ada Bocoran Putusan Sengketa Pilpres

    Nasional
    Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

    Marinir Indonesia-AS Akan Kembali Gelar Latma Platoon Exchange Usai 5 Tahun Vakum

    Nasional
    Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

    Ingin Pileg 2029 Tertutup, Kaesang: Supaya “Amplop”-nya Enggak Kencang

    Nasional
    PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

    PSI Akan Usung Kader Jadi Cawagub Jakarta dan Wali Kota Solo

    Nasional
    Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

    Soal Sengketa Pilpres, Pengamat Nilai MK Tak Bisa Hanya Diskualifikasi Gibran

    Nasional
    Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

    Profil Marsda Arif Widianto, Pati AU yang Kini Jabat Dansesko TNI

    Nasional
    Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

    Sudirman Said Sebut Pertemuan JK dan Megawati Kemungkinan Terjadi Setelah Putusan MK

    Nasional
    Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

    Kaesang Ingin Pileg 2029 Proporsional Tertutup: Pilih Partai, Bukan Caleg

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com