JAKARTA, KOMPAS.com — Keputusan Polri yang juga terlibat dalam perkara dugaan korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan empat untuk ujian surat izin mengemudi di Korps Lalu Lintas Polri dinilai membuktikan bahwa Polri tidak kooperatif. Bahkan, sikap itu dinilai telah menghalang-halangi pengungkapan perkara tersebut hingga tuntas oleh KPK.
Hal itu disampaikan Ketua DPP Bidang Hukum Partai Demokrat Benny K Harman ketika dihubungi, Jumat (3/8/2012). "Polri punya kepentingan dalam perkara ini," kata Benny.
Seperti diberitakan, Polri juga ikut mengusut perkara yang menjerat perwira tinggi Polri, Inspektur Jenderal Djoko Susilo. Polri menetapkan lima tersangka dalam perkara itu. Tiga di antaranya juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Ketiganya adalah Wakil Kepala Korlantas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek. Dua lainnya adalah pemenang tender, yakni Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto dan saksi kunci dalam perkara tersebut yaitu Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukoco S Bambang.
Benny menambahkan, Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo harus memberi keputusan untuk menyerahkan sepenuhnya penanganan perkara itu kepada KPK. Langkah itu untuk mencegah konflik kepentingan lantaran menyangkut para perwira menengah sampai perwira tinggi Polri.
Ketua DPP Bidang Pemberantasan Korupsi dan Mafia Hukum Partai Demokrat Didi Irawadi Syamsuddin mengatakan, sebaiknya Polri menyerahkan perkara itu kepada KPK agar tidak menimbulkan spekulasi negatif di masyarakat. Pengusutan perkara itu, kata dia, menjadi momentum bagi Polri untuk membersihkan institusi dari para koruptor.
"Apabila KPK yang menangani, publik akan memberi apresiasi kepada Polri. Dengan demikian, tidak timbul spekulasi buruk yang bisa memperburuk citra Polri," kata Didi.
Anggota Komisi III itu menambahkan, menyerahkan perkara itu kepada KPK juga sesuai dengan Pasal 50 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Pasal itu mengatur, jika ada penyidikan yang bersamaan antara kepolisian atau kejaksaan dengan KPK, kepolisian atau kejaksaan harus menghentikan penyidikan.
"Jika memang obyek dan pelakunya sama, UU KPK yang harus dipakai. Nota kesepahaman antara KPK dan Polri posisinya lebih rendah dari UU KPK," ujar Didi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.