Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Kawal Barang Bukti di Gedung KPK

Kompas.com - 02/08/2012, 18:02 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah petugas Kepolisian tampak menjaga barang bukti hasil sitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari penggeledahan di gedung Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas), terkait kasus dugaan korupsi proyek simulator roda dua dan roda empat ujian surat izin mengemudi (SIM). Penjagaan dilakukan sejak barang bukti itu tiba di gedung KPK, Rabu (1/8/2012) kemarin.

Berdasarkan pengamatan Kompas.com, ada tiga pria berbadan tegap tampak berjaga-jaga di lokasi barang bukti disimpan, di kontainer di belakang gedung KPK, Kuningan, Jakarta. Petugas keamanan yang berjaga di sana membenarkan kalau para polisi itu bergantian menjaga barang bukti.

Saat dikonfirmasi soal hal ini, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto tidak membantah ada anggota Kepolisian yang menjaga barang bukti.

"Itu kan menjaga barang bukti, bukan menghalang-halangi," katanya di Jakarta, Kamis (2/8/2012).

Namun informasi dari lingkungan penyelidik dan penyidik KPK menyebutkan, alat bukti yang diperoleh KPK dari penggeledahan tersebut belum bisa diakses meskipun ada di gedung KPK. Ada ultimatum dari Kepala Korlantas yang mengatakan kalau barang bukti baru bisa diakses KPK atas sepengetahuan Kakorlantas Polri atau Kepala Badan Reserse Kriminal Polri.

Namun Bambang membantah informasi tersebut. Menurutnya, alat bukti yang diperoleh dari penggeledahan di gedung Korlantas tersebut menjadi kewenangan KPK.

"Kita sudah meminta izin dari pengadilan dan pengadilan tindak pidana korupsi sudah memberikan penetepan sejak 30 Juli," katanya.

Penetapan tersebut, lanjut Bambang, menjelaskan bahwa barang-barang yang disita melalui penggeledahan berada di bawah kewenangan KPK. Alat bukti tersebut kemudian akan digunakan KPK untuk melengkapi berkas para tersangka.

Seperti diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan Irjen Polisi Djoko Susilo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi simulator. Selain Djoko, KPK menetapkan Brigadir Jenderal Didik Purnomo, serta dua pihak swasta yakni Sukoco Bambang, dan Budi Susanto sebagai tersangka.

Menurut Bambang, status tersangka ditetapkan pada 27 Juli 2012. Adapun tiga dari empat tersangka KPK itu juga ditetapkan Polri sebagai tersangka. Kasusnya, sama-sama dugaan korupsi terkait proyek simulator senilai Rp 198,7 miliar tersebut.

Saat KPK melakukan penggeledahan terkait penyidikan kasus ini di gedung Korlantas, Selasa (31/7/2012), Polri sempat menahan penyidik KPK membawa pulang hasil penggeledahan mereka. Alasannya, Polri juga berkepentingan mengakses alat bukti karena tengah menangani kasus ini.

Rabu (1/8/2012), Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar menyatakan kalau kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan di Polri. Namun, hari ini Polri mengatakan telah meningkatkan status penanganan kasus ke tahap penyidikan per 1 Agustus 2012.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Nasional
    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Nasional
    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    Nasional
    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Nasional
    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Nasional
    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Nasional
    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    Nasional
    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Nasional
    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Nasional
    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

    MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

    Nasional
    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    Nasional
    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Nasional
    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com