JAKARTA, KOMPAS.com - Merebaknya konflik tanah dan tambang akhir-akhir ini disinyalir terjadi karena kedaulatan rakyat dalam mengolah kekayaan alam terampas. Menurut Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) Agus Jabo Priyono, praktik kongkalikong antara pemerintah dan pengusaha turut memperkeruh keadaan karena tak ada bagi hasil yang adil bagi rakyat di area perkebunan maupun tambang milik swasta atau pemerintah.
"Rakyat seperti buruh, tani dan semacamnya jika telah terampas kedaulatannya untuk hidup layak oleh praktik kotor pemerintah dan pengusaha maka mereka akan memberontak pada sistem yang tidak adil itu. Konflik tanah dan tambang seperti yang terjadi di Ogan Ilir atau Bima akan terus terjadi di berbagai tempat lainnya di Indonesia. Rakyat berbuat seperti itu semata-mata untuk mendapatkan kedaulatannya kembali," ujar Agus di Jakarta, Senin (30/7/2012) malam.
Agus mengungkapkan pula, meski pemerintah memuntahkan ribuan peluru aparat untuk meredam konflik, perjuangan rakyat mendapatkan kembali kedaulatannnya tidak akan pupus. Pasalnya, rakyat akan berjuang sampai darah terakhir untuk mendapatkan kembali kedaulatannya. Pengerahan aparat militer, menurutnya, justru akan menambah rasa antipati rakyat pada pemerintahan SBY-Budiono karena bertindak represif dalam menanggapi aspirasi mereka.
Konflik tanah dan tambang terjadi akibat amanat dalam pasal 33 UUD 1945 tentang kekayaan alam dimanfaatkan negara untuk kemakmuran rakyat dikebiri oleh pemerintah. Rakyat di lokasi tambang maupun perkebunan, menurutnya, tidak pernah merasakan hasil eksploitasi dan justru rakyat semakin terpinggirkan. Marjinalisasi tersebut akan menggerakkan rakyat untuk melawan tindakan sewenang-wenang pemerintah dan pengusaha karena ketidakadilan dirasa sangat merugikan rakyat.
"Sudah menjadi semacam takdir bagi pemerintahan SBY untuk merasakan perlawanan dari rakyat di daerah konflik tanah dan tambang. Hal itu karena SBY sendiri memandang tanah sebagai tempat untuk dieksploitasi pengusaha bukan malah dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 33 UUD 45," tambahnya.
Hal senada diungkapkan politisi PDI P Masinton Pasaribu yang menjelaskan bahwa konflik tanah dan tambang terjadi karena kontrak eksploitasi yang ditandatangani oleh pemerintah dan pengusaha tidak berpihak pada rakyat. Pemerintah SBY menurutnya, menuruti segala kehendak pengusaha seperti Freeport, Exxon maupun Newmont. Masinton mengibaratkan posisi tangan dari pemerintah yang selalu di bawah sehingga kedudukan antara pemerintah dan pengusaha tidak setara.
"Pemerintah tidak sejajar dengan pengusaha. Hal itulah yang sangat merugikan rakyat sehingga konflik bermunculan sebagai reaksi dari pemerintah yang loyo menghadapi para pengusaha,"tambahnya.
Seperti yang diketahui, konflik tanah di Ogan Ilir Sumatera Selatan dipicu oleh sengketa tanah antara PTPN dan warga. Sebelumnya terdapat perkara yang serupa di Mesuji, Lampung. Perkara konflik tambang terjadi di Bima dan Timika. Konflik tanah dan tambang menyebabkan jatuhnya korban dari kalangan warga karena aparat keamanan menanggapinya dengan tindakan represif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.