Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPU Mesti Antisipasi Putusan MK soal Verifikasi Parpol

Kompas.com - 28/07/2012, 12:00 WIB
Sidik Pramono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemilihan Umum harus mengantisipasi segala kemungkinan putusan Mahkamah Konstitusi menyangkut pengujian ketentuan Undang-Undang Pemilihan Umum, khususnya yang terkait dengan verifikasi dan penetapan partai politik peserta Pemilu 2014.

KPU terutama harus cermat mengantisipasi jika kemudian mereka diharuskan memverifikasi semua parpol berbadan hukum, bukan hanya parpol berbadan hukum yang tidak memiliki kursi DPR saja, seperti ketentuan dalam UU Pemilu saat ini.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Veri Junaidi menyebutkan, dengan proses verifikasi sudah dimulai 9 Agustus, diharapkan MK memutus perkara sebelum itu sehingga ada kepastian hukum, terutama bagi parpol yang saat ini punya wakil di DPR.

Hal itu terkait dengan langkah sejumlah parpol mengajukan pengujian ke MK, menuntut agar verifikasi tidak hanya diberlakukan kepada partai yang tidak memiliki kursi di DPR. Jika kemudian MK memutus selewat 9 Agustus, semua parpol mesti diverifikasi ulang, tentulah bakal muncul persoalan baru.

"Kalau putusannya seperti itu, harus ada alternatif waktu untuk memberi kesempatan bagi sembilan parpol yang ada di DPR saat ini," ujar Veri, Jumat (27/7/2012).

Rencananya, pendaftaran parpol calon peserta Pemilu 2014 dibuka 10 Agustus-7 September mendatang. Pada Kamis (26/7/2012) pagi, KPU mengundang wakil pemerintah dan DPR untuk mengonsultasikan rancangan peraturan KPU, termasuk salah satunya soal verifikasi peserta pemilu. Namun, hanya perwakilan tiga fraksi yang hadir dalam forum konsultasi itu karena undangan yang dinilai mendadak dan bertepatan dengan masa reses DPR.

"Itu pun saya ditelepon anggota KPU," cerita anggota DPR dari Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Akbar Faizal, dari Makassar, Jumat pagi.

Veri khawatir keharusan melakukan konsultasi itu akan menyulitkan KPU dan juga Badan Pengawas Pemilu. Mekanisme menjadi bertele-tele, belum terhitung jika KPU ternyata lamban menyelesaikan draf dan ditambah keharusan menyesuaikan dengan agenda DPR.

"Tuntutannya justru ditujukan kepada DPR untuk berkomitmen memprioritaskan konsultasi dengan KPU. Sementara KPU-nya juga harus kerja cepat menyelesaikan peraturan-peraturan," sebut Veri.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ahmad Fauzi Ray Rangkuti menyebutkan, jika DPR sulit menepati keharusan rapat konsultasi itu, sebaiknya DPR membuat ketentuan teknis rapat konsultasi. Misalnya, apakah cukup lewat surat-menyurat ataukah hanya perwakilan saja. Jangan sampai kerja penyelenggara pemilu terbengkalai karena kelambanan respons.

"Kalau begini terus, yang akan terjadi saling menyandera yang dapat berimplikasi pada pelaksanaan pemilu," pungkas Ray.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

    Gibran Temui Prabowo di Kertanegara Jelang Penetapan Presiden-Wapres Terpilih

    Nasional
    KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

    KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

    Nasional
    Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

    Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

    Nasional
    PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

    PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

    Nasional
    Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

    Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

    Nasional
    Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

    Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

    Nasional
    KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

    KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

    Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

    Nasional
    Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

    Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

    Nasional
    Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

    Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

    Nasional
    Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

    Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

    Nasional
    Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

    Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

    Nasional
    KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

    KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

    Nasional
    Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

    Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

    Nasional
    Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

    Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com