JAKARTA, KOMPAS.com- Pengajar ilmu politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Dwipayana menyatakan, salah satu faktor penyebab perpindahan politisi dari satu partai ke partai lain adalah karena parpol di Indonesia tak memiliki batas dan beda ideologi yang tegas. Parpol, katanya, cenderung ke tengah.
Fenomena kepindahan politisi dari satu parpol ke parpol lain menjadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Sejumlah kalangan dengan sinis menyebut politisi demikian sebagai kutu loncat.
Menurut Ari, tanpa memiliki ideologi yang tegas, rekrutmen parpol memang cenderung inklusif dan pragmatis dengan orientasi yang penting bisa menambah suara (vote seeking).
"Siapapun yang punya basis massa dan finansial yang kuat untuk memenangkan pemilihan akan ditangkap. Ideologi dan kaderisasi bukan yang penting, karena toh bisa meng-catch all politisi yang bisa memperkuat suara dalam pemilu," sebut Ari, Jumat (26/7/2012).
Mengutip pidato pengukuhan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada mendiang Prof Riswandha Imawan pada 4 September 2004, format catch-all party berada di antara kutub dikotomi partai elite dan partai massa. Format ini mengagungkan pragmatisme dan rasionalitas sebagai pilar penyangga sistem politik yang demokratis.
Dengan prinsip pragmatisme dan rasionalitas ini, dimungkinkan bagi masyarakat untuk berpikir tentang "politik tanpa alur" (politics without clichés), tidak menjadi tawanan ideologi, sehingga masyarakat mampu menyikapi berbagai masalah tanpa prakonsepsi, tanpa distorsi ideologis, dan tanpa kekakuan bersikap partisan.
Format catch-all party, katanya, mendominasi wacana studi kepartaian sampai akhir 1990-an.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.