Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kejagung Harus Menindaklanjuti Rekomendasi Komnas HAM

Kompas.com - 25/07/2012, 20:26 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kontras meminta Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM terkait pelanggaran HAM berat atas peristiwa tragedi 1965-1969 dan 1969-1979. Kejagung diminta untuk segera menggelar pengadilan ad hoc mengingat korban dan pelaku yang masih hidup sudah semakin tua.

"Kejagung harus segera melakukan penyidikan yang direkomendasikan Komnas HAM dan menemukan pelaku yang masih hidup. Suharto sebagai pihak yang paling bertangggung jawab memang sudah meninggal namun masih ada pelaku yang masih hidup . Hal ini penting karena kondisi dari korban yang sudah semakin tua, dua sampai lima orang korban 65 dalam dua tahun terakhir meninggal di setiap bulannya," ujar Haris Azhar, koordinator KontraS di kantor KontraS, Jakarta, Rabu (25/7/2012).

Haris turut pula menjelaskan bahwa laporan penyelidikan Komnas HAM ini telah membukakan pintu bagi berbagai tindakan Negara untuk melakukan pengungkapan kebenaran, memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi korban serta membawa perubahan dalam pelurusan sejarah melalui pengakuan atas berbagai praktek kekerasan di masa lalu, terutama di masa rezim politik Orde Baru sehingga Kejagung harus segera mungkin melakukan penyidikan.

Rekomendasi lainnya yang dibuat oleh Komnas HAM adalah mekanisme non yudisial seperti Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Hal ini selaras dengan putusan MK atas pengujian UU KKR, di mana MK memandatkan pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu.

Kedua rekomendasi diatas harus dibaca sebagai dua hal yang saling melengkapi, dimana Kejaksaan Agung menindaklanjuti temuan fakta dari Komnas HAM, menyelesaikan penyelidikan dan penuntutan atas kasus-kasus yang memiliki kelengkapan bukti yang cukup dan melakukan penuntutan hukum atas pelakunya.

Ada kemungkinan besar dari Kejagung untuk menutup perkara peristiwa tragedi pelanggaran HAM 1965. "Jika pengadilan ad hoc tidak segera dibentuk maka tidak ada kepastian HAM dan itu membuka peluang kejadian yang serupa akan terjadi lagi oleh pemerintahan yang akan datang," kata Haris.

Korban tragedi 1965, Mudjayin yang dulu merupakan anggota PWI (persatuan wartawan Indonesia) dan wartawan berita sport, mengungkapkan bahwa Kejagung harus segera melakukan penyidikan agar proses pemulihan HAM korban dapat segera dipulihkan oleh pemerintah. Hal tersebut juga sangat penting bagi pelurusan sejarah bangsa Indonesia.

Haris mengemukakan, Kejagung sudah tidak dapat lagi mengendapkan kasus tentang orang hilang karena surat penyelidikan dari Komnas HAM termasuk dalam dokumen negara. Selain itu, Kejagung juga harus berkaca pada Surat Mahkamah Agung KMA/403/VI/2003 yang memohon kepada presiden pada waktu itu untuk merehabilitasi korban.

"Kejagung kini tidak dapat lagi berkilah untuk menangguhkan proses penyidikan terhadap pelanggaran HAM berat peristiwa 65. Kejagung harus segera membuka babak baru dengan mengadili pelaku dengan pengadilan ad hoc dan memulihkan nama baik korban. Ini penting agar kepastian hukum dan kemanusiaan terjamin di Indonesia," ungkap Haris.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Kubu Prabowo Siapkan Satgas untuk Cegah Pendukung Gelar Aksi Saat MK Baca Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

TKN Prabowo-Gibran Akan Gelar Nobar Sederhana untuk Pantau Putusan MK

Nasional
Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Jelang Putusan Sengketa Pilpres: MK Bantah Bocoran Putusan, Dapat Karangan Bunga

Nasional
Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Skenario Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Kejagung Terus Telusuri Aset Mewah Harvey Moeis, Jet Pribadi Kini dalam Bidikan

Nasional
Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Yusril Tegaskan Pencalonan Gibran Sah dan Optimistis dengan Putusan MK

Nasional
Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Soal Tawaran Masuk Parpol, Sudirman Said: Belum Ada karena Saya Bukan Anak Presiden

Nasional
Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan 'Amicus Curiae' seperti Megawati

Sudirman Said Beberkan Alasan Tokoh Pengusung Anies Tak Ajukan "Amicus Curiae" seperti Megawati

Nasional
Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah 'Nyapres' Tidak Jadi Gubernur Jabar

Soal Peluang Anies Maju Pilkada DKI, Sudirman Said: Prabowo Kalah "Nyapres" Tidak Jadi Gubernur Jabar

Nasional
Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Beda Sikap PSI: Dulu Tolak Proporsional Tertutup, Kini Harap Berlaku di Pemilu 2029

Nasional
Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Banjir “Amicus Curiae”, Akankah Lahir “Pahlawan” Pengadilan?

Nasional
Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com