Jakarta, Kompas -
”Aktivitas dia sebagai pengusaha tidak ada kaitannya dengan Partai Demokrat. Jadi jangan dikait-kaitkan dengan Partai Demokrat,” kata anggota Dewan Pembina PD, Syarifuddin Hasan, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (10/7).
Syarif justru berharap, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani kasus tersebut segera penyelesaian secara profesional dan transparan.
Hartati tersangkut dalam kasus ini dan dicegah ke luar negeri dalam kapasitasnya sebagai pemilik PT Hardaya Inti Plantations (HIP) dan PT Cipta Cakra Murdaya. Sebelumnya, KPK menangkap Amran untuk kasus dugaan suap senilai Rp 3 miliar yang dilakukan Manajer Umum PT HIP Yani Anshori dan Direktur Operasional PT HIP Gondo Sudjono. Uang suap tersebut diduga terkait penerbitan hak guna usaha lahan perkebunan sawit PT HIP dan PT Cipta Cakra Murdaya.
Secara terpisah, Ketua DPP PD Bidang Pemberantasan Korupsi dan Mafia Hukum Didi Irawadi Syamsuddin menyatakan, tidak ada kaitan dan relevansi antara bisnis pribadi Hartati dan PD. Oleh karena itu, KPK tidak perlu memproses hukum dan meminta keterangan Hartati. Di sisi lain, proses hukum itu justru menjadi kesempatan yang baik bagi Hartati untuk mengklarifikasi dugaan keterlibatannya dalam kasus tersebut.
”Ikutilah proses hukum yang ada dengan sebaiknya dan beberkan fakta, bukti-bukti yang diperlukan untuk klarifikasi itu,” kata Didi.
Peneliti Divisi Korupsi Politik pada Indonesia Corruption Watch Abdullah Dahlan menyatakan, dugaan keterlibatan Hartati dalam kasus itu sulit dipisahkan antara kepentingan bisnis dan aktivitas politik yang dijalani Hartati. Dugaan keterlibatan itu juga patut disayangkan mengingat posisinya sebagai anggota Dewan Pembina PD.
Menurut Abdullah, jika dugaan suap itu terbukti, kasus itu semakin mengonfirmasi adanya relasi antara kepentingan pemodal dan aktor politik dalam pemilihan kepala daerah. Hal itu juga mengonfirmasi kecenderungan pemberian izin perkebunan besar-besaran oleh petahana menjelang pilkada untuk mengumpulkan dana untuk pembiayaan politik.
”Dalam demokrasi liberal saat ini, politisi cenderung membutuhkan modal besar untuk maju di pilkada,” katanya.