JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi diminta mempercepat penanganan kasus dugaan suap kepengurusan hak guna usaha perkebunan di Buol, Sulawesi Tengah, yang menyeret anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Hartati Murdaya Poo. Pasalnya, pencekalan Hartati dinilai telah menimbulkan image negatif.
"Saya mengharapkan KPK untuk menyelesaikan kasusnya lebih cepat. Kalau tidak bersalah bisa dibuktikan tidak bersalah. Kalau bersalah, itu risiko," kata anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Melani Leimena Suharli, di Gedung Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta,Kamis (5/7/2012).
Sebelumnya, KPK mencegah Hartati bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhitung sejak 28 Juni 2012. Bersamaan dengan Hartati, KPK juga mencegah Bupati Buol Amran Batalipu serta tiga karyawan PT HIP, yakni Benhard, Seri Sirithorn, dan Arim.
Melani mengaku prihatin atas langkah KPK itu. Meski demikian, pihaknya menyerahkan sepenuhnya penyelidikan kasus itu kepada KPK. Hingga saat ini, kata dia, Dewan Pembina belum membicarakan pencegahan Hartarti.
Ketika ditanya apakah pencegahan Hartati itu bakal kembali memperburuk citra partai, Melani menjawab, "Kami tetap kompak dan solid saja. Badai, kan, bukan hanya pada partai kami saja. Badai ini semoga cepat berlalu supaya kami bekerja lagi untuk menghadapi Pemilu 2014."
Seperti diberitakan, KPK menetapkan status tersangka kepada dua petinggi perusahaan milik Hartati PT Hardaya Inti Plantation (HIP). Kedua tersangka itu berinisial YA dan GS. Keduanya diduga menyuap seorang pejabat di Buol terkait kepengurusan hak guna usaha perkebunan di Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol. Informasi dari KPK menyebutkan, pejabat yang diduga disuap kedua orang itu adalah Bupati Buol Amran Batalipu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.