Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Polri Seharusnya Lebih Objektif

Kompas.com - 29/06/2012, 21:37 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai Polisi Republik Indonesia (Polri) tidak mandiri dan netral.

Hal tersebut karena Polri dinilai lebih menuruti kehendak subjektif presiden, kalangan mayoritas, dan pemodal daripada masyarakat yang seharusnya diayomi Polri.

"Kami menilai Polri tidak mandiri dan netral karena lebih menuruti kehendak presiden yang subjektif daripada amanat rakyat banyak yang tertuang dalam konstitusi. Polri harus berani menolak subjektivitas eksekutif dalam hal ini Presiden," ujar Haris Ashar, Koordinator Kontras di Jakarta, Jumat (29/6/2012).

Indikator dari Polri lebih menuruti kehendak Presiden adalah sikap Presiden yang tidak tanggap sehingga Polri dengan jalan lapang dapat menggunakan sikap represi dalam menyikapi aksi penolakan BBM serta konflik agraria.

Selain itu Polri tampak jelas membiarkan terjadinya kekerasan serta minim dalam memberikan perlindungan dalam masalah kebebasan beragama, keyakinan beribadah, serta tindakan penegakan hukum dan keamanan di Papua dan Aceh.

Berbagai pernyataan yang dikeluarkan oleh pejabat kepolisian justru tidak mengakui hal tersebut sebagai persoalan yang penting. Pernyataan pejabat teras Kepolisian tersebut melalui penilaian Kontras justru diilhami oleh Presiden.

"Presiden dalam berbagai kesempatan di hadapan TNI/POLRI mengatakan bahwa masalah Papua, kebebasan beragama, dan persoalan sengketa tanah seperti Bima, Padang Lawas, atau Mesuji adalah masalah kecil. Presiden menyatakan Indonesia sedang dalam kondisi baik dan kebebasan beragama terjamin. Hal itulah indikator yang membuat Polri leluasa menggunakan kekuatannya dalam menghadapi rakyat," sambung Papang Hidayat, Kepala Biro Penelitian Kontras.

Selain itu Polri dinilai oleh Kontras lebih menuruti kalangan vigilante atau kelompok sipil mayoritas dan pemodal. Hal itulah yang menurut Papang membuat Polri lembek dalam penegakan hukum karena lebih memihak pihak yang berkuasa.

Polri lebih jauh lagi dalam penelitian Kontras bertindak brutal untuk menghadapi petani, buruh, dan mahasiswa sedangkan untuk menghadapi pihak yang mempunyai kekuasaan Polisi bertindak dengab manis.

Seharusya Polri tidak pandang bulu dan serta-merta menuruti kehendak yang berkuasa seperti presiden atau pemodal.

"Polri sebagai institusi penegak hukum seharusnya dapat bersikap objektif dan mandiri. Dalam hal tindakan sendiri Polisi bersikap lunak terhadap koruptor, profesor atau pengusaha sedangkan buat menghadapi petani dan buruh polisi asal tembak. Sedangkan untuk menghadapi mahasiswa polisi asal gebuk dan siram gas air mata. Padahal ketiga kelompok tersebut tidak dapat dipungkiri lagi sebagai pihak masyarakat dominan yang kedudukannya lemah sehingga polisi kami nilai bisa seenaknya saja," tambahnya.

Kontras mencatat bahwa praktik pelanggaran HAM yang melibatkan personel Polisi tetap terjadi. Praktik kekerasan tersebut bisa dihindari jika personel Polri tetap tunduk dan patuh pada sejumlah ketentuan internal yang mengikat mereka.

Dari catatan Kontras berdasarkan pengaduan masyarakat dalam kurun waktu 2011-2012 tercatat 14 kasus penyiksaan, 11 kasus penggunaan kekuatan hukum yang berlebihan, 7 kasus pembubaran acara secara damai, 20 kasus penangkapan dan penahanan yang sewenang-wenang, dan 8 kasus pembiaran tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh kelompok vigilante terhadap minoritas.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Indonesia dan China Akan Bahas Kelanjutan Proyek Kereta Cepat, Luhut Kembali Terlibat

Nasional
KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

KPU Siap Laksanakan Apa Pun Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024

Nasional
KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

KPU Tegaskan Caleg Terpilih Wajib Mundur jika Maju Pilkada 2024

Nasional
Megawati Kirim 'Amicus Curiae' ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Megawati Kirim "Amicus Curiae" ke MK, KPU: Itu Bukan Alat Bukti

Nasional
KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Tersangka TPPU

Nasional
Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Menko Polhukam Sebut Mayoritas Pengaduan Masyarakat Terkait Masalah Agraria dan Pertanahan

Nasional
Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Menko Polhukam Minta Jajaran Terus Jaga Stabilitas agar Tak Ada Kegaduhan

Nasional
Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Bertemu Menlu Wang Yi, Jokowi Dorong China Ikut Bangun Transportasi di IKN

Nasional
Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Indonesia-China Sepakat Dukung Palestina Jadi Anggota Penuh PBB

Nasional
Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Setelah Bertemu Jokowi, Menlu China Wang Yi Akan Temui Prabowo

Nasional
Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Palsu Pelat TNI: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Kasus Pengemudi Fortuner Pakai Palsu Pelat TNI: Pelaku Ditangkap, Dilaporkan ke Puspom dan Bareskrim

Nasional
Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri...

Saat Eks Ajudan SYL Bongkar Pemberian Uang dalam Tas ke Firli Bahuri...

Nasional
Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Menlu Retno Bertemu Menlu Wang Yi, Bahas Kerja Sama Ekonomi dan Situasi Timur Tengah

Nasional
Soroti Kasus 'Ferienjob', Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Soroti Kasus "Ferienjob", Dirjen HAM Sebut Mahasiswa yang Akan Kerja Perlu Tahu Bahaya TPPO

Nasional
Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Mengkaji Arah Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com