Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelatik dan Gedung KPK

Kompas.com - 29/06/2012, 02:52 WIB

Bagaimana para pendiri bangsa mengangankan Indonesia? Tan Malaka, salah satu penggagas republik ini, menggambarkannya dengan burung gelatik. Sebagai burung yang kecil, gelatik sebenarnya tidak punya tempat yang cukup aman untuk mempertahankan dirinya. Jika terbang rendah sendirian, dia akan dimangsa ular atau kucing. Jika terbang tinggi, akan diincar elang.

Namun, ancaman itu dapat diatasi jika gelatik terbang bergerombol. Bahkan, ketika bersama-sama, dalam waktu singkat, gelatik dapat menghabiskan tanaman padi siap panen.

Di Indonesia, sejumlah peristiwa menentukan ditandai hadirnya aksi rakyat secara bersama-sama. Meski kalah dalam persenjataan, gerakan bersama rakyat di era revolusi mampu merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Tanpa bermaksud mengabaikan kemungkinan adanya sejumlah skenario, Orde Baru juga dimulai dan diakhiri gerakan rakyat bersama-sama tahun 1966 dan 1998.

Martin Hutabarat, anggota Komisi III DPR, amat merasakan dampak aksi tahun 1998. ”Ketika menjadi anggota DPR tahun 1987-1992, kami tidak ada nilainya. Ketika Sabam Sirait tunjuk tangan di Rapat Paripurna DPR untuk menanyakan titik koma, semua heboh. Dibandingkan sekarang, seperti langit dan bumi,” kata Martin.

Namun, demokratisasi sebagai buah gerakan 1998 tidak menyelesaikan persoalan. Dalam bentuknya yang agak berbeda, akhir tahun 2009, muncul gerakan bersama rakyat yang dikenal gerakan Cicak Lawan Buaya. Lewat media sosial, masyarakat mendukung pembebasan unsur pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto, dan berhasil.

Gerakan secara bersama terbukti lebih efektif dibandingkan dengan kelompok kecil. Ini terlihat misalnya saat penyanyi Charlie Van Houten dan pengacara Achmad Rivai datang ke Komisi III DPR, Rabu (27/6). Mereka ingin menyerahkan hasil mengamen sebesar Rp 1,8 juta sebagai ungkapan kepedulian terkait rencana pembangunan gedung KPK.

Charlie dan Rivai gagal menemui wakil rakyat di Komisi III. Dalam perjalanan di kompleks parlemen, mereka sempat berpapasan dengan Wakil Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin dan anggota Komisi III, Bachruddin Nasori. Namun, dua wakil rakyat itu tidak berkata apa-apa dan berlalu.

Sampai di ruang Komisi III DPR, Charlie dan Rivai diterima petugas sekretariat yang meminta mereka menyerahkan uang ke KPK. Permintaan ditegaskan Aboe Bakar, anggota Komisi III, di ruang sekretariat Komisi III tanpa menemuinya.

Karena hanya dua orang, Charlie dan Rivai dengan mudah dikesampingkan. Namun, lewat gelatik dan sejarah Indonesia, kita bisa belajar. Gelatik yang kecil jika terbang bersamaan akan sangat kuat. Gelatik itu kini sedang berkumpul dan menggalang kekuatan untuk terbang bersamaan. (HERNOWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com