Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
PENDIDIKAN

Peraturan Menteri Agama Nomor 3/2012 Bertentangan dengan UU Sisdiknas

Kompas.com - 28/06/2012, 20:06 WIB
Imam Prihadiyoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, KH Abdul Hakim, mengingatkan Menteri Agama, tentang keberadaan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2012.

Menurut Abdul Hakim, peraturan itu tidak mengakomodir penyelenggara pendidikan diniyah dan pesantren. Isi dari Peraturan tersebut banyak melanggar dan bertentangan dengan UU Nomor 20/2003 tentang sistem pendidikan Nasional, dan PP Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan.

"Banyak pasal yang tidak mengakomodir kepentingan penyelenggara pendidikan pesantren. Terkesan Kementerian Agama tidak melakukan kajian dan riset yang mendalam terhadap permasalahan pendidikan diniyah dan pesantren," ujar Abdul Hakim di Jakarta, Kamis (28/6/2012).

Dalam ketentuan-ketentuan yang terdapat pada Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2012 itu, menurut Abdul Hakim, memberikan kesan pemerintah ingin membatasi ruang gerak pendidikan diniyah dan pesantren.

Kesannya pemerintah hendak menyeragamkan, mengawasi, mengontrol, mengendalikan, membuat sentralisasi pendidikan pesantren serta mematikan keinginan masyarakat, untuk berperan serta dalam penyelanggaraan pendidikan pesantren.

"Yang menjadi pertanyaan, apakah Kementerian Agama sudah melakukan proses dialog yang benar dan terbuka kepada para ulama, tokoh Masyarakat, lembaga penyelenggara pendidikan diniyah, akademisi, dan pesantren, serta masyarakat umum terkait rencana pembuatan peraturan menteri agama tersebut," ujar anggota Komisi VIII itu.

Pemerintah seharusnya mempunyai kesadaran untuk membuat peraturan dan kebijakan, yang menciptakan iklim yang memungkinkan memberi bantuan bagi dunia pendidikan Islam. Bukan sebaliknya, malah membuat kebijakan yang menyulitkan, kalau tidak mau dibilang membinasakan.

Beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam Peraturan Menteri Agama tersebut yaitu Pasal 35, yang hanya mengakui pendidikan pesantren salfiyah sebagai satu-satunya pesantren di Indonesia. Peraturan itu mengabaikan keberadaan pesantren lainnya, baik yang disebut modern atau cukup disebut pesantren saja tanpa embel salafiyah atau modern.

Isi pasal tersebut bertentangan dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 dan PP Nomor 55/2007, pesantren yang diakui sebagai bentuk pendidikan keagamaan tidak mengacu secara khusus kepada pesantren salafiyah saja.

"Santri nantinya terancam tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Sebabnya, pesantren modern tidak diatur dalam peraturan menteri agama ini. Padahal ratusan jumlah pesantren modern di Indonesia. Mereka menerapkan sistem klasikal dalam pendidikan dan pengajarannya," ujarnya.

Contoh lain, menurut Abdul Hakim, tidak ada satu pasal pun dalam Peraturan Menteri Agama itu yang mengatur tentang kewajiban pemerintah dalam memberikan bantuan sumber daya pendidikan kepada pendidikan keagamaan.

Seharusnya ada pasal dalam peraturan menteri ini yang mengatur tanggung jawab dan kewajiban pemerintah dalam hal penyediaan biaya, sumberdaya dan infrastruktur.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Tim Hukum Ganjar-Mahfud Tetap Beri Angka Nol untuk Perolehan Suara Prabowo-Gibran

Nasional
Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Soal Bantuan Presiden, Kubu Ganjar-Mahfud: Kalau Itu Transparan, kenapa Tak Diumumkan dari Dulu?

Nasional
Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Minta MK Kabulkan Sengketa Hasil Pilpres, Kubu Anies: Kita Tidak Rela Pemimpin yang Terpilih Curang

Nasional
Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Mardiono Jajaki Pertemuan dengan Prabowo Setelah Putusan MK

Nasional
Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Mardiono Sebut Ada Ajakan Informal dari PAN dan Golkar Gabung ke Koalisi Prabowo-Gibran

Nasional
Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Jokowi Bertemu Bos Apple di Istana Besok Pagi, Akan Bahas Investasi

Nasional
Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Otto Hasibuan Sebut Kubu Anies dan Ganjar Tak Mau Tahu dengan Hukum Acara MK

Nasional
Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Sekjen PDI-P Ungkap Bupati Banyuwangi Diintimidasi, Diperiksa Polisi 6 Jam

Nasional
Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Menteri ESDM Jelaskan Dampak Konflik Iran-Israel ke Harga BBM, Bisa Naik Luar Biasa

Nasional
Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Jawab PAN, Mardiono Bilang PPP Sudah Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin: Ada Fakta Tak Terbantahkan Terjadi Nepotisme Gunakan Lembaga Kepresidenan

Kubu Anies-Muhaimin: Ada Fakta Tak Terbantahkan Terjadi Nepotisme Gunakan Lembaga Kepresidenan

Nasional
Tim Hukum Anies-Muhaimin Sampaikan 7 Fakta Kecurangan Pilpres di Dalam Dokumen Kesimpulan

Tim Hukum Anies-Muhaimin Sampaikan 7 Fakta Kecurangan Pilpres di Dalam Dokumen Kesimpulan

Nasional
Pasca-serangan Iran ke Israel, Kemenlu Terus Pantau WNI di Timur Tengah

Pasca-serangan Iran ke Israel, Kemenlu Terus Pantau WNI di Timur Tengah

Nasional
Temui Megawati, Ganjar Mengaku Sempat Ditanya karena Tak Hadiri 'Open House' di Teuku Umar

Temui Megawati, Ganjar Mengaku Sempat Ditanya karena Tak Hadiri "Open House" di Teuku Umar

Nasional
Kubu Prabowo-Gibran Kritik Megawati Ajukan 'Amicus Curiae' ke MK

Kubu Prabowo-Gibran Kritik Megawati Ajukan "Amicus Curiae" ke MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com