Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ribut-ribut Soal Negara Gagal

Kompas.com - 26/06/2012, 18:24 WIB

Oleh Panji Pratama

Wacana tentang negara gagal menjadi perhatian sejumlah pihak dalam sepekan terakhir, pasalnya cuma satu, publikasi tentang Indeks Negara Gagal (FSI) 2012 yang menempatkan Indonesia di posisi 63 dari 177 negara di dunia.

Jika dilihat secara peringkat di laman www.fundforpeace.org, memang Indonesia tidak lebih baik dari negara Asia Tenggara lain seperti Singapura (157), Brunei (123), Malaysia (110), Vietnam (96) dan Thailand (84).

Lembaga riset nirlaba Fund For Peace itu menempatkan posisi Indonesia di atas Myanmar (21), Kamboja (37), Laos (48), Filipina (56), dan Timor Leste (28) dalam hal tekanan sosial, politik, ekonomi dan militer.

Namun menurut indeks tahun sebelumnya, Indonesia tercatat mengalami perbaikan dari angka 81,6 menjadi 80,6, dengan catatan skor terburuk yang digunakan Fund For Peace (FFP) dalam FSI adalah 120.

Sayangnya, banyak pihak yang mengomentari peringkat Indonesia tersebut tanpa mengetahui fakta tentang membaiknya catatan skor Indonesia dalam FSI 2012 itu, bahkan sejak tahun 2009 yang tercatat di angka 84,1.

"Banyak komentar dalam pemberitaan yang menyebutkan Indonesia mendekati negara gagal, padahal jika hasil surveinya dibaca secara keseluruhan justru menunjukkan kemajuan di beberapa bidang," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Salsiah Alisjahbana dalam jumpa pers yang digelar di Gedung Bappenas, Jakarta, Senin (25/6).

Melalui dua aspek ekonomi dan politik yang terbagi dalam 12 indikator, FFP menganalisa informasi yang mengambil beberapa poin relevan dari suatu negara yang kemudian dikonversi dalam sebuah skor yang merepresentasikan berbagai tekanan terhadap negara.

Kedua belas indikator itu adalah tekanan demografi, masalah pengungsi, pemerataan pembangunan, kekerasan kelompok, kualitas sumber daya manusia, pengentasan kemiskinan, legitimasi pemerintah, pelayanan publik, penerapan hak asasi manusia, peran aparat keamanan, fraksi para elit politik, dan intervensi eksternal.

"Guna mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan perkembangan demokrasi, Indonesia harus mengatasi berbagai hambatan utama seperti pembangunan infrastruktur, pengangguran, korupsi, perlindungan terhadap kaum minoritas, serta pendidikan," tulis FFP dalam publikasi tersebut.

Menurut data tersebut, Indonesia tercatat mengalami perbaikan dalam aspek pelayanan publik, pemerataan pembangunan, pengentasan kemiskinan, kualitas sumber daya manusia, masalah pengungsi, dan intervensi eksternal jika dibandingkan dengan indeks tahun sebelumnya

"Skor pelayanan publik Indonesia membaik seiring upaya pemerintah untuk memperkuat fungsi dan tanggung jawab Ombudsman Republik Indonesia dalam hal meningkatkan kepercayaan publik dan menjamin pelayanan publik terlaksanan secara akuntabel dan transparan," tulis FFP dalam laporan itu.

Sementara soal legitimasi pemerintah, tekanan kependudukan, peran aparat keamanan, dan fraksi para elit politik Indonesia dinyatakan cenderung stabil atau tidak berubah dengan beberapa sorotan.

"Masalah kependudukan masih tinggi karena isu ketersediaan air, degradasi lahan dan banyaknya pengungsi akibat bencana alam, sedangkan masalah penyakit tidak menular terbukti telah mengurangi produk domestik bruto sebanyak tujuh persen dari anggaran belanja negara," tulis FFP.

Kurangnya infrastruktur seperti jalan raya, pelabuhan dan kesiapan teknologi juga dianggap telah meningkatkan biaya produksi yang mengurangi kemampuan Indonesia dalam persaingan regional dengan negara yang memiliki infra struktur lebih baik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com