JAKARTA, KOMPAS.com — Tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Neneng Sri Wahyuni, mengaku tidak pernah aktif di PT Anugerah Nusantara. Perusahaan tersebut merupakan cikal bakal Grup Permai, induk perusahaan yang dimiliki Muhammad Nazaruddin, suami Neneng.
Hal itu disampaikan Junimart Girsang, pengacara Neneng yang juga pengacara Nazaruddin, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (18/6/2012). "Beliau (Neneng) mengatakan tidak pernah aktif di PT Anugerah. Beliau mengatakan bahwa beliau dimintai oleh Pak Nazaruddin untuk membantu menyiapkan ATK (alat tulis kantor) di PT Anugerah karena pada waktu itu, tahun 2006, PT Anugerah masih baru," kata Junimart di sela-sela pemeriksaan Neneng di Gedung KPK, Jakarta.
Neneng diperiksa terkait posisinya sebagai tersangka kasus PLTS. Menurut Junimart, dalam pemeriksaan hari ini, Neneng baru ditanya seputar identitasnya. Selain itu, menurut Junimart, PT Anugerah Nusantara bukanlah perusahaan milik Nazaruddin. Sebagian saham perusahaan tersebut, sepengetahuan Neneng, telah dijual ke Anas Urbaningrum. "Sahamnya Pak Nazaruddin itu, sepengetahuan Neneng sudah dijual kepada Anas Urbaningrum," ujarnya.
KPK menetapkan Neneng sebagai tersangka terkait posisi Neneng sebagai Direkur Keuangan PT Anugerah Nusantara. Istri Nazaruddin itu diduga melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Neneng dianggap melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.
PT Anugerah Nusantara diduga meminjam bendera PT Alfindo Nuratama untuk memenangkan tender proyek PLTS senilai Rp 8,9 miliar di Kemennakertrans pada 2008. Nama PT Alfindo dipinjam oleh Marisi Martondang selaku Direktur Administrasi Grup Permai untuk digunakan Mindo Rosalina Manulang (pemasaran Grup Permai) atas sepengetahuan Nazaruddin dan Neneng.
Setelah mendapatkan pembayaran tahap pertama, PT Alfindo memberikan subkontrak pengerjaan proyek PLTS ke PT Sundaya Indonesia dengan nilai kontrak Rp 5,29 miliar. Adapun pembayaran yang diterima PT Alfindo dari Kemennakertrans mencapai lebih dari Rp 8 miliar. Selisih nilai proyek dengan nilai penyubkontrakan ke PT Sundaya senilai Rp 2,7 miliar itu kemudian dianggap sebagai kerugian negara dalam kasus ini. Neneng diduga berperan dalam proses subkontrak proyek ke PT Sundaya Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.