Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Elektabilitas Demokrat Terus Anjlok

Kompas.com - 17/06/2012, 14:20 WIB
Hindra Liauw

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Elektabilitas Partai Demokrat, partai pemenang Pemilu 2009, semakin anjlok. Survei terbaru oleh Lingkaran Survei Indonesia pada 2-11 Juni 2012 menunjukkan, tingkat elektabilitas partai pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya tinggal 11,3 persen.

Di atas Partai Demokrat (PD), ada Partai Golkar dengan perolehan 20,9 persen dan PDI-P 14 persen. Survei dilakukan terhadap 1.200 responden dengan metode multistage random sampling dan margin of error 2,9 persen.

Lingkaran Survei Indonesia (LSI) mengklaim, survei ini dilengkapi riset kualitatif melalui forum group discussion, dan analisis media. "Kekuasaan pemerintahan di 2014 terancam lepas dari Partai Demokrat," kata peneliti LSI Adjie Alfaraby di Kantor LSI, Jakarta, Minggu (17/6/2012).

Dia menambahkan bahwa PD terancam menjadi partai menengah pada 2014. Adjie mengatakan, ada tiga alasan mengapa elektabilitas PD semakin anjlok. LSI mengklaim, tiga alasan ini merupakan hasil forum group discussion. Pertama, PD gagal melakukan damage control secara cepat. Saat ini, PD tersandera dua kasus dugaan korupsi wisma atlet dan Hambalang. Dua kader utamanya, Ketua Umum PD Anas Urbaningrum dan Sekretaris Dewan Pembina PD Andi Mallarangeng, diduga terlibat dalam kasus korupsi tersebut.

"Partai Demokrat terasa mati angin dan tersandera oleh kedua kasus itu. Mereka menunggu kedua tokoh itu ditetapkan sebagai tersangka terlebih dahulu sebelum mengambil tindakan pemecatan. Jika terkatung, dan isu Hambalang terus bergulir sampai 2014, kemerosotan Demokrat terus terjadi," kata Adjie.

Alasan kedua, publik kecewa terhadap kepemimpinan Presiden SBY. Secara tak langsung, kekecewaan masyarakat terhadap SBY berimbas pada PD. Masyarakat menengah ke bawah kecewa karena kondisi ekonomi tak cukup membaik. Sementara itu, kalangan menengah ke atas kecewa atas perlindungan kebebasan warga negara dalam hal pluralisme.

"Itu tercermin dari kasus kekerasan beruntun yang menimpa Ahmadiyah, pendirian gereja, Irshad Manji, dan hiburan Lady Gaga. Kasus itu memang menimpa minoritas. Tapi silent majority tak nyaman dengan seorang Presiden yang seolah "berdiam diri", tidak berbicara lantang di hadapan publik untuk melindungi kebebasan warga negara atas hak asasinya," lanjut Adjie.

Alasan ketiga, PD dinilai terlalu sibuk dengan urusan internal sehingga tidak bisa fokus menjalankan program-program rakyat. Bahkan, Anas dan Sekretaris Jenderal PD Edhie Baskoro alias Ibas pernah diusir oleh sejumlah kadernya di Maluku Utara.

"Pada tahap inilah leadership SBY selaku penentu utama PD diuji. Jika SBY masih seperti dulu, terkesan lambat, ingin menyenangkan sebanyak mungkin, tak ingin ambil risiko, maka PD tidak akan kembali ke khitahnya seperti 2014, dan menjadi partai menengah. Namun, jika SBY bertindak tegas, selayaknya seorang yang memegang komando, lalu melakukan pembersihan partai, 2014 masih terbuka bagi Partai Demokrat," kata Adjie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com