JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat, Wa Ode Nurhayati, didakwa menerima suap Rp 6,5 miliar dari tiga pengusaha terkait pengalokasian dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID). Politikus Partai Amanat Nasional itu juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang.
Surat dakwaan perkara Wa Ode dibacakan secara bergantian oleh tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Rabu (13/6/2012). Menurut jaksa, Wa Ode menerima uang dari tiga pengusaha, yakni Fahd El Fouz atau Fahd A Rafiq senilai Rp 5,5 miliar, Paulus Nelwan sebesar Rp 350 juta, serta Abram Noach Mambu senilai Rp 400 juta.
Pemberian uang tersebut, menurut jaksa, berkaitan dengan kewenangan Wa Ode selaku anggota Badan Anggaran DPR dalam mengusahakan agar Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Minahasa mendapat alokasi dana DPID 2011. Wa Ode pun dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 5 Ayat 2 dan atau Pasal 11 undang-undang yang sama. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara.
Selain pidana korupsi, jaksa juga menjerat Wa Ode dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni Pasal 3 atau Pasal 4 atau Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU.
"Terdakwa mengetahui bahwa penerimaan uang Rp 65 miliar terkait upaya terdakwa mengalokasikan DPID 2011 untuk empat daerah adalah bertentangan dengan kewajiban terdakwa sebagai anggota Badan Anggaran DPR dan anggota DPR Komisi VII, untuk tidak melakukan korupsi, kolusi, nepotisme," kata Jaksa Kadek Wiradana.
Kadek menjelaskan, terkait alokasi DPID di Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah, Wa Ode menerima uang dari Fahd A Rafiq. Sekitar September 2010, kata Kadek, Fahd selaku pengusaha mengetahui adanya pembahasan DPID di DPR. Ia pun meminta Haris Surahman mencari anggota Banggar DPR yang bisa mengusahakan agar tiga kabupaten di Aceh itu mendapat alokasi DPID. Haris kemudian mempertemukan Fahd dengan Wa Ode dalam suatu pertemuan.
"Haris meminta kepada terdakwa agar mengusahakan kabupaten tersebut sebagai daerah penerima DPID," katanya. Wa Ode pun, lanjut Kadek, menyanggupi permintaan tersebut dan meminta Haris mengirim proposal. Setelah DPR dan pemerintah menyepakati besaran DPID Rp 7,7 triliun untuk kabupaten sedang, Wa Ode meminta Fahd menyediakan dana 5-6 persen dari alokasi DPID yang didapat daerah masing-masing.
Permintaan tersebut pun disanggupi Fahd. Ia kemudian mengajukan proposal yang meminta alokasi DPID untuk Aceh Besar senilai Rp 50 miliar, Pidie Jaya Rp 266 miliar, dan Bener Meriah sebesar Rp 50 miliar. Proposal tersebut kemudian diterima Wa Ode. Setelahnya, Wa Ode mendapat uang Rp 5,5 miliar sebagai realisasi kesepakatan 5-6 persen dari pengalokasian DPID di tiga kabupaten itu.
Modus yang sama terjadi terkait pengalokasian DPID di Kabupaten Minahasa. Wa Ode menerima uang dari Paul Nelwan dan Abram Noach melalui Haris Surahman. Uang tersebut diterima setelah kedua pengusaha itu mengajukan proposal DPID Rp 35 miliar untuk Minahasa. Untuk kasus TPPU, Wa Ode didakwa menyembunyikan asal usul uang Rp 50,5 miliar dari rekeningnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.