Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Istana Soal Keamanan Papua Tak Tepat

Kompas.com - 12/06/2012, 19:47 WIB
Imam Prihadiyoko

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com -- Penjelasan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha di Bina Graha, Jakarta, Senin (11/6/2012), terkait kondisi secara umum keamanan di Papua kondusif dinilai tidak tepat. Sikap Istana itu menunjukkan penyederhanaan masalah atas perkembangan situasi Papua yang justru sebaliknya, mengingat kekhawatiran masih tinggi, baik di masyarakat ataupun pihak berwenang.

"Kalau dibilang Papua sudah kondusif jelas ngawur, sebab fakta di lapangan, kan tidak demikian. Pertandingan sepakbola dalam laga nasional di Jayapura oleh Liga Super Indonesia pada Selasa ini, nyatanya tidak diizinkan kepolisian akibat pertimbangan keamanan," kata Ketua Dewan Direktur Lembaga Kajian Publik Sabang-Merauke Circle Syahganda Nainggolan, Selasa (12/6/2012) di Jakarta.

Ia menganggap pernyataan pihak istana itu bersifat kontradiktif karena di sisi lain mengakui masih terjadi teror berupa penembakan terhadap warga sipil, termasuk aparat bersenjata. Padahal, kondisi Papua bahkan di wilayah perkotaan Jayapura sejauh ini tergolong mencemaskan. Selama kurang dua pekan sejak 29 Mei-10 Juni 2012 terjadi tujuh rentetan kasus penembakan kepada warga sipil dan aparat hingga tewas, mulai korban turis asal Jerman bernama Pieter Dietmar Helmut pada 29 Mei,  kemudian seorang pelajar SMU, Gilbert FM pada 4 Juni, dan sehari kemudian menewaskan anggota TNI, Pratu Doengki Kune.

Pada hari bersamaan, penembakan kembali dilakukan atas warga sipil, yaitu Iqbal Rivai serta Ardi Jayanto. "Selang hari berikut, 6 Juni, kasus serupa menimpa pegawai negeri sipil Kodam Cenderawasih, Arwan Apuan, yang disusul penembakan terhadap anggota satpam supermarket, Tri Sarono pada Minggu (10/6/2012) malam.

Di tempat lain, persisnya Kampung Kulirik, Distrik Mulai, Kabupaten Puncak Jaya, seorang guru SD Inpres Dondobaga, Anton Arung Tambila juga ditembak oleh orang tak dikenal pada 29 Mei saat berada di warung kelontong.

Menurut Syahganda, penyelesaian rangkaian kasus memilukan yang terjadi di Papua memerlukan beban ekstra dengan keterlibatan langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sehingga akar persoalan utama dapat dipecahkan seiring penciptaan rasa damai bagi warga Papua.

"Persoalan inti Papua itu bukan semata-mata keamanan, tapi meliputi aspek kesejahteraan ekonomi, ketidakadilan pembangunan, serta pengakomodasian aspirasi politik masyarakatnya untuk memenuhi kemartabatan Papua," tuturnya.

Syahganda mengatakan, penanganan permasalahan Papua di bawah Presiden Yudhoyono dipandang wajar dengan melihat kemelut Papua yang memang tidak sederhana, di samping telah menguat sebagai isu di tataran internasional.

Dengan peran Presiden Yudhoyono pula, perspektif nasionalisme maupun upaya mengukuhkan semangat NKRI dalam mengurai mata rantai masalah Papua akan lebih dikedepankan.

"Jadi, pilihan menyelesaikan Papua oleh Presiden Yudhoyono adalah mutlak, apalagi secara khusus Presiden memiliki ikatan moral karena ayahanda mertuanya, Brigjen Sarwo Edhi Wibowo pernah menjabat Pangdam XVII/Cenderawasih di Jayapura pada 1968-1970, dan relatif membuat Papua tidak bergolak," jelasnya.

Latar belakang keberadaan Sarwo Edhi itu, kata Syahganda, dipercaya bisa menguatkan tekad Presiden Yudhoyono dalam mengupayakan Papua yang damai, bermartabat, sekaligus tetap terjamin dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

Nasional
PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

Nasional
Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

Nasional
MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

Nasional
Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Daftar Aset Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung dalam Kasus Dugaan Korupsi Timah

Nasional
Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Hanya Pihak Berkepentingan yang Boleh Hadir di Sidang Putusan Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com