Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Papua-ku Sayang, Papua-ku Malang...

Kompas.com - 10/06/2012, 12:32 WIB
Maria Natalia

Penulis

KOMPAS.com"Tanah Papua, tanah yang kaya. Surga kecil jatuh ke bumi. Seluas tanah, sebanyak madu, adalah harta harapan. Tanah Papua, tanah leluhur. Di sana aku lahir. Bersama angin, bersama daun. Aku dibesarkan. Hitam kulit, keriting rambut. Aku Papua, hitam kulit, keriting rambut, aku Papua. Biar nanti langit terbelah, aku Papua".

Lantunan syair ini dilantunkan penyanyi asal Papua, Edo Kondologit. Semua yang ada di Tanah Papua menjadi kebanggaannya dan masyarakat asli Papua.

Namun, di tengah damainya kehidupan di Bumi Cendrawasih ini, ternyata tak semua masyarakat dapat hidup benar-benar aman dan tenteram. Masyarakat Papua terbelenggu dalam ingar-bingar bunyi tembakan.

Cerita kekerasan di Papua memang seolah tak berujung. Sejak 2009 hingga pertengahan 2012, aksi kekerasan bersenjata di Papua terus terjadi, menelan korban hingga 41 orang, baik sipil maupun aparat keamanan.

Berdasarkan catatan Kompas, khusus selama 2011-2012, korban warga sipil mencapai 26 orang, sementara aparat berjumlah 14 orang. Angka korban jiwa tersebut belum termasuk pada kasus-kasus penembakan beberapa hari terakhir ini.

"Saya bingung. Kita ini hidup di negara apa, sampai aparatnya seperti mandul. Saya sedih, kecewa, marah, dan tidak tahu harus apa lagi. Papua ini seperti didesain sebagai ladang konflik. Kami warga Papua bingung, dari tahun 1999 sudah hampir 500 kasus terjadi, tapi tidak tuntas diselesaikan," tutur Edo, dengan nada suara sedih saat dihubungi Kompas.com, Minggu (10/6/2012).

Edo, yang saat ini berada di Jayapura, mempertanyakan situasi tanah kelahirannya. Ia merasa, tanah kelahiran tercintanya itu tak pernah benar-benar aman dan damai. Ia dan masyarakat Papua menelan kekecewaan, terkurung tanda tanya besar dengan situasi di tanah kelahiran mereka sejak lama.

Kekerasan tak pernah usai

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muridan Satrio Widjojo, mengatakan tak kunjung redanya berbagai kasus penembakan dan kekerasaan di Papua adalah akibat persaingan satuan-satuan militer di Papua. Akar masalah berawal ketika satu per satu operasi militer diturunkan ke Papua dengan alasan munculnya kelompok separatis.

Satuan-satuan itu, kata Muridan, berasal dari TNI, Polri, dan intelijen. Kemudian, pada perjalanannya menggelar operasi militer, mereka berlomba-lomba mencari kelompok separatis yang dianggap mengancam kedaulatan negara.

"Bukan hanya persaingan militer di antara satuan-satuan itu. Mereka juga berlomba-lomba membuat organisasi warga Papua dan mengklaim sebagai warga binaan mereka. Persaingan-persaingan macam ini yang membuat aparat tidak fokus menjaga keamanan di Papua," kata Muridan kepada Kompas.com.

Sayangnya, tak semua kelompok bentukan militer itu dapat berjalan dengan baik. Mereka justru diadu domba dengan kelompok antimiliter di Papua. Setiap kali ada aksi kekerasan atau penembakan, satu kelompok dengan kelompok lainnya kerap saling mencurigai.

"Terjadi adu domba di antara masyarakat Papua sendiri. Mereka saling menuding antara warga sipil dan kelompok separatis. Akibatnya, mereka saling membunuh," lanjutnya.

Tak hanya itu. Muridan mengungkapkan, oknum polisi dan TNI juga terlibat dalam semua akar masalah ini. Mereka turut melakukan kekerasan di Papua.

Menurut dia, banyak kasus kekerasan di Papua yang juga ditutup dengan kekerasan. Oknum polisi atau TNI menyelesaikan masalah di Papua cukup dengan melontarkan peluru dari senjatanya. Setelah itu, mereka saling menuduh satu dengan lainnya. Akibatnya, kata Muridan, tak satu pun pelaku ditangkap tiap kali muncul peristiwa kekerasan dan penembakan.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

    Soal PDI-P Tak Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran, Djarot Bilang Tidak Tahu

    Nasional
    Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

    Rencana Revisi, DPR Ingin Sirekap dan Digitalisasi Pemilu Diatur UU

    Nasional
    BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

    BKKBN Minta Bocah 7 Tahun Sudah Tunangan Tak Dianggap Biasa

    Nasional
    Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

    Terungkap di Sidang, Biaya Ultah Cucu SYL Di-“reimburse” ke Kementan

    Nasional
    Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

    Tanggapi Jokowi, Djarot PDI-P: Konstitusi Dilanggar dan Direkayasa, Kekaderannya Patut Diragukan

    Nasional
    Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

    Polri Akan Gelar Operasi Puri Agung 2024, Kawal World Water Forum Ke-10 di Bali

    Nasional
    Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

    Prabowo Guncangkan Badan Surya Paloh, Sama seperti Anies Kemarin

    Nasional
    Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

    Kasus Dana PEN, Eks Bupati Muna Divonis 3 Tahun Bui

    Nasional
    Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

    Surya Paloh Bakal Bertemu Prabowo Sore Ini, Nasdem Belum Ambil Keputusan

    Nasional
    Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

    Jalankan Amanah Donatur, Dompet Dhuafa Berbagi Parsel Ramadhan untuk Warga Palestina

    Nasional
    Wapres Sebut Target Penurunan 'Stunting' Akan Dievaluasi

    Wapres Sebut Target Penurunan "Stunting" Akan Dievaluasi

    Nasional
    Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

    Persilakan Golkar Tampung Jokowi dan Gibran, PDI-P: Kami Bukan Partai Elektoral

    Nasional
    Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

    Dana Pensiun Bukit Asam Targetkan 4 Langkah Penyehatan dan Penguatan pada 2024

    Nasional
    Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

    Di Depan Wiranto-Hendropriyono, Prabowo Minta Maaf Pernah Nakal: Bikin Repot Senior...

    Nasional
    Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

    Albertina Dilaporkan Wakil Ketua KPK, Ketua Dewas: Apa yang Salah? Ada Surat Tugas

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com