Jakarta, Kompas -
”Saya tidak tahu apa di balik ini. Saya perlu meluruskan berita ini karena penting untuk nama baik saya ke depan. Sekarang saya kembali menjadi pengusaha, menjadi dosen juga. Banyak yang bertanya-tanya kasus itu, maka saya perlu luruskan,” kata Fadel di Jakarta, Jumat (8/6).
Muchtar Luthfi, kuasa hukum Fadel Muhammad, menjelaskan, Provinsi Gorontalo ketika masih menjadi provinsi baru harus mengejar ketertinggalannya baik pembangunan fisik maupun nonfisik. Untuk mencapai itu, diperlukan mobilitas tinggi jajaran DPRD.
Namun, mereka terkendala, antara lain, berasal dari luar Kota Gorontalo sehingga harus mengontrak rumah atau indekos. Mereka juga tidak memiliki kendaraan pribadi sehingga ke kantor naik bentor (becak motor).
Kemudian, kata Luthfi, muncul pemikiran agar 45 anggota DPRD tersebut mendapat dana mobilisasi untuk melancarkan tugas. Pemikiran tersebut disalurkan melalui fraksi masing-masing kepada Komisi C DPRD yang membidangi keuangan.
Lalu disepakati bahwa Ketua DPRD H Amir Piola Isa memohon kepada Gubernur Gorontalo. Permohonan tersebut kemudian dibahas bersama eksekutif dan legislatif dan disepakati pemberian dana mobilisasi untuk setiap anggota DPRD sebesar Rp 120 juta sehingga total dana yang dikeluarkan untuk 45 anggota DPRD sejumlah Rp 5,4 miliar.
Pada saat pengajuan permohonan dana mobilisasi tersebut, lanjut Luthfi, APBD 2002 telah disahkan. Maka, sebagai payung hukum untuk pencairan dana mobilisasi tersebut dibuatkan surat keputusan bersama (SKB) antara DPRD dan Gubernur.
”Sejak awal sebenarnya saya tidak begitu saja menerima desakan dan usulan DPRD dan menandatangani SKB yang diramaikan itu,” tutur Fadel.