Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buyung Ungkap Nasihat untuk SBY

Kompas.com - 26/05/2012, 05:46 WIB

Jakarta, kompas - Advokat senior Adnan Buyung Nasution mengungkap nasihat dan pertimbangannya kepada Presiden ketika menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Pertimbangan-pertimbangan itu dibukukan dengan judul Nasihat untuk Presiden.

Sebenarnya, Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) melarang anggota Wantimpres membuka pertimbangan-pertimbangan untuk Presiden kepada publik. Namun, Adnan Buyung menerobos ketentuan itu karena secara moral terpanggil mempertanggungjawabkan kerjanya selama dua tahun itu kepada rakyat.

Buku terbitan Penerbit Buku Kompas itu diluncurkan pada Jumat (25/5). Hadir dalam acara itu antara lain Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan, para hakim konstitusi, para pakar hukum seperti Hikmahanto Juwana (hukum internasional), advokat-advokat senior seperti Todung Mulya Lubis, serta Mohammad Assegaf.

Dalam sambutannya, Adnan Buyung mengungkapkan, buku tersebut merupakan pengalaman empiris selama menjadi Wantimpres. Beberapa nasihat, termasuk nasihat mengenai Ahmadiyah, pembentukan Tim 5 serta Tim 8 dalam kasus Bibit Samad Rianto- Chandra M Hamzah, dituliskan di buku tersebut.

Pengamat politik Yudi Latif dalam bedah buku Adnan Buyung itu mengungkapkan, buku tersebut sangat eksposif. Kritik yang dilontarkan tajam dan tanpa tedeng aling-aling, tetapi tidak kehilangan fairness.

Dari buku tersebut, Yudi mengaku memahami mengapa pemerintah terlihat ragu-ragu dalam mengambil tindakan seperti dalam kasus Ahmadiyah. Menurut dia, hal itu terjadi karena tidak memiliki pemahaman mendalam dalam menjalankan konstitusi. Konstitusi, terutama Pasal 29, menjamin kebebasan beribadah dan beragama.

   ”Kadang penyelenggara negara ini tunakonstitusi. Dalam keadaan tunakonstitusi, yang diperlukan adalah penasihat yang punya pemahaman mendalam mengenai konstitusi,” kata Yudi.

Dalam pengantar bukunya, Adnan Buyung memang mengajukan kritik. Kritik itu misalnya tentang Wantimpres yang kurang dimanfaatkan secara maksimal oleh Presiden serta hambatan komunikasi yang tidak rutin dan tidak periodik antara Presiden dan Wantimpres. Ia mencontohkan, dalam 1,5 tahun hanya terjadi tiga kali pertemuan/komunikasi langsung dengan Presiden.

Pada kesempatan terpisah, politisi dari Partai Demokrat, Benny K Harman, juga menyampaikan pengakuannya tentang korupsi yang sistematis dan merata di negeri ini. Hal itu tertuang dalam bukunya yang berjudul Negeri Mafia Republik Koruptor, Menggugat Peran DPR Reformasi, yang diluncurkan pada Jumat malam.

Benny, yang sejak Rabu (23/5) dipindahkan dari Ketua Komisi III yang membidangi hukum ke Wakil Ketua Komisi VI, mengaku terganggu selama duduk di Komisi III sejak tahun 2004, terutama saat ditanya mengenai korupsi.

”Mereka tanya, Pak Benny, Anda Ketua Komisi III, tapi mengapa korupsi tetap merajalela? Malu saya. Sampai ketika naik pesawat, begitu masuk, dituduh sebagai anggota Dewan. Lebih jahat lagi dituduh teman (mantan Bendahara Umum Partai Demokrat) Nazaruddin,” ujarnya.

(ana/NWO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com