JAKARTA, KOMPAS.com- Hamdani Prayogo, menggugat Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004, khususnya pasal 73 ayat (2) dan pasal 78 yang menjadi dasar pelarangan praktik para tukang gigi oleh Kementerian Kesehatan. Hamdani adalah tukang gigi di kawasan Kelapa Dua, Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Hamdani meminta MK membatalkan kedua pasal tersebut karena telah mengakibatkan hilangnya penghasilan Rp 2 juta-Rp 3 juta per bulan sebagai tukang gigi.
Hal itu terungkap dalam sidang uji materi UU Praktik Kedokteran yang dilangsungkan di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (25/5/2012).
Ia didampingi oleh beberapa kuasa hukum seperti Sholeh Amin, Wirawan Adnan, Wakil Kamal, dan lainnya.
Dalam berkas yang diajukan ke MK, Sholeh Amin mengungkapkan bahwa pasal 73 ayat (2) dan pasal 78 UU 29/2004 telah menjadi dasar penertiban Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1871/Menkes/Per/IX/2011 tentang Pencabutan Permenkes 339/1999 yang tidak memperpanjang atau tidak memberi izin kepada pemohon untuk melaksanakan pekerjaan sebagai tukang gigi.
Apabila pemohon nekad, maka ia dapat terancam sanksi pidana paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 150 juta. "Padahal, pasal 73 ayat (2) dan pasal 78 ini normanya adalah untuk dokter gigi palsu (gadungan) dan dokter palsu. Setidaknya, norma pasal ini tidak ditujukan untuk profesi tukang gigi," ungkap Sholeh Amin.
Selain Hamdani, Sholeh Amin mengungkapkan, Permenkes ini setidaknya bakal berdampak pada sekitar 75.000 tukang gigi yang beroperasi di Indonesia.
Sebagai informasi, tambahnya, tukang gigi di Indonesia sudah ada sejak jaman kolonial Belanda yang disebut tandmeester. Pada jaman itu dokter gigi memang sudah ada, tetapi jumlahnya terbatas dan hanya melayani orang Eropa yang bermukim di Hindia Belanda.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.