Jakarta, Kompas -
”Sekarang pemanggilan pertama untuk saksi-saksi dari kedua perusahaan. Saksi lain nantinya juga dari instansi pemerintah, seperti Pemprov Aceh dan Badan Pertanahan Nasional,” ucap Sudariyono, Deputi Penegakan Hukum Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup, Jumat di Jakarta.
Saat masih di Nagan Raya, tim telah memeriksa saksi-saksi warga setempat. Pemberkasan untuk memperkuat temuan penyidik.
Di lapangan, tim penyidik menemukan areal Rawa Tripa dibersihkan dan dibakar untuk perkebunan sawit. Pembakaran lahan ini melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 108. Ancaman penjara minimal 3-10 tahun, denda minimal Rp 1 miliar hingga Rp 10 miliar.
Selain sisi pidana, penyidik juga menggunakan hukum perdata sebab ada kerusakan lingkungan akibat pembakaran yang merugikan negara. ”Jumlah ganti rugi masih kami taksir. Proses perdata ini juga berjalan bersama-sama ranah pidana,” ucapnya.
Kasus Rawa Tripa muncul setelah Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dan beberapa LSM di Aceh menggugat Gubernur Aceh karena menerbitkan izin perluasan 1.605 hektar pada areal Kawasan Ekosistem Leuser. Gugatan di PTUN Banda Aceh itu ditolak majelis hakim.
Kejanggalan pemberian izin ini lalu tercium Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), yang juga Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+. Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto merekomendasikan agar penyidik Kementerian Lingkungan Hidup, Polri, dan Kejaksaan menangani kasus ini.
Dihubungi pada Jumat sore, Direktur PT Surya Panen Subur, Eddy Sutjahyo Busiri, telah menerima surat pemanggilan sebagai saksi. ”Agendanya hari Selasa. Kami pasti hadir dan membawa bukti serta data,” ucapnya.
Ia mengatakan, perusahaannya tak membakar, tetapi jadi korban pembakaran oleh tetangga kebun. Kamis sore, pegawainya di Rawa Tripa bersiaga 24 jam karena terjadi kebakaran di areal PT Kalista Alam.
”Kami langsung lapor ke polisi dan orang lingkungan hidup setempat untuk melihat sendiri kebakaran yang terjadi,” ucapnya.
Secara terpisah, Tjokorda Nirarta Samadhi, Koordinator Kelompok Kerja Monitoring Moratorium Satgas Persiapan Kelembagaan REDD+, sepakat kasus Rawa Tripa menjadi jalan mengkaji ulang areal-areal pada peta moratorium (Peta Indikatif Penundaan Izin Baru) yang telah dikeluarkan.
Ia merekomendasikan agar sejumlah instansi pemerintah ber- koordinasi dan mengawasi.