Jakarta, Kompas -
”Secara prinsip, kami menyerahkan pemilihan persenjataan yang akan dibeli dan dipakai kepada pengguna, yaitu TNI. Namun, juga harus dijelaskan mengapa memilih persenjataan seperti tank Leopard dan bukan lainnya,” kata anggota Komisi I DPR yang juga Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya, Ahmad Muzani, Senin (7/5).
Sejumlah persoalan perlu dijawab TNI Angkatan Darat terkait pemilihan tank Leopard. Apakah tank berberat lebih dari 60 ton itu dapat melewati jalanan di Indonesia? Apakah Indonesia memiliki kapal untuk membawa tank itu berpindah dari satu pulau ke pulau lain?
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P Tb Hasanuddin menilai bahwa tank Leopard tidak sesuai dengan kondisi geografis Indonesia.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrat Hayono Isman mengaku sudah menanyakan sejumlah persoalan terkait tank Leopard ketika bersama 10 anggota Komisi I DPR mengunjungi pabrik tank itu di Muenchen, Jerman, 23 April lalu.
Kunjungan itu merupakan bagian dari kunjungan kerja Komisi I ke Jerman dan Belanda pada 22-25 April 2012, yang seluruhnya menghabiskan anggaran negara 114.873 dollar AS atau sekitar Rp 1,04 miliar (dengan kurs 1 dollar AS setara dengan Rp 9.100).
”Saya puas dengan penjelasan (pabrik tank Leopard), tapi mungkin ada anggota yang belum puas. Hasilnya akan kami bawa ke rapat intern Komisi I,” kata Hayono terkait pertemuannya, antara lain, dengan Christian Goettfert, direktur pelaksana pabrik tank Leopard.
Masalahnya, kata Hayono, dengan anggaran 280 juta dollar AS atau sekitar Rp 2,54 triliun, hanya dapat 44 tank Leopard baru dari Jerman. Jika membeli tank bekas dari Belanda, dapat 80-100 unit. Singapura yang wilayahnya kecil memiliki 100 tank Leopard.
Saat bertemu dengan Kementerian Ekonomi Jerman, Hayono mengaku mewacanakan bantuan dari Pemerintah Jerman. Dengan anggaran yang sama, Indonesia mendapat 80-100 tank Leopard baru dari negara tersebut. ”Sampai sekarang masih dibicarakan oleh Pemerintah Jerman,” tutur Hayono.