Jakarta, Kompas
”Kami masih menunggu konsep dari pemerintah tentang reformasi birokrasi, terutama terkait berapa jumlah pegawai negeri sipil (PNS) dan besar belanja daerah yang seharusnya,” kata anggota Komisi XI DPR, Dolfie OFP, Kamis (3/5).
Pemerintah, menurut Dolfie, beberapa kali menyatakan moratorium PNS. Namun, di sejumlah kementerian dan daerah, diketahui tetap ada penerimaan PNS. ”Bahkan, ada sejumlah daerah yang diduga melakukan perekrutan PNS tanpa diketahui pemerintah pusat. Akibatnya, anggaran untuk daerah itu sebagian besar dipakai untuk belanja rutin pegawai,” tutur Dolfie dari Fraksi PDI-P.
Malik Haramain, anggota Komisi II dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, menuturkan, biaya perjalanan dinas menjadi faktor lain yang sering kali membuat belanja pegawai melonjak. Padahal, banyak perjalanan dinas yang tidak efektif dan cenderung hanya untuk mengejar
”Hampir setiap minggu ada anggota DPRD dari sejumlah daerah yang melakukan perjalanan dinas ke Jakarta untuk mengikuti bimbingan teknis, pelatihan, atau lainnya,” katanya.
Malik berharap, Kementerian Dalam Negeri membuat aturan yang lebih ketat tentang perjalanan dinas. Perjalanan dinas pejabat daerah ke luar negeri idealnya harus melalui izin pemerintah pusat. Perjalanan dinas ke luar provinsi harus izin dari pemerintah provinsi.
Birokrasi pemerintahan di Indonesia yang gemuk, tidak produktif, dan boros merupakan persoalan lama akibat proses perekrutan, tata kelola anggaran, dan manajemen yang lemah. Untuk mengatasinya, dibutuhkan komitmen kuat dari pemerintah untuk melaksanakan reformasi birokrasi dengan mengatasi akar-akar masalahnya.
Hal itu diungkapkan pengajar Hukum Administrasi dan Tata Negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril, serta pengajar Politik dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia, Andrinof A Chaniago.
Bagi Oce Madril, semua itu terjadi akibat agenda reformasi birokrasi yang tak bisa berjalan dengan baik di lapangan. Pemerintah tak konsisten untuk menjalankan penataan ulang aparatur negara. Apalagi muncul perlawanan dari dalam birokrasi.
Jika kondisi itu dibiarkan, menurut Andrinof, akan menjadi bom waktu pembusukan birokrasi. Karena itu, pemerintah harus mengatasinya dengan mengubah pola perekrutan, membangun iklim kerja yang sehat, dan tata kelola keuangan yang benar.