Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anis: Alokasi DPID Bukan Urusan Saya

Kompas.com - 03/05/2012, 16:35 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Anis Matta mengaku tidak terlibat dalam pembahasan alokasi Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah 2011. Menurut Anis, pengalokasian DPID tersebut merupakan kewenangan Badan Anggaran DPR dan Kementerian Keuangan.

Sebagai Wakil Ketua DPR Bidang Ekonomi Keuangan, Anis hanya meneruskan surat jawaban klarifikasi pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR kepada Kementerian Keuangan sesuai dengan permintaan Banggar dan mekanisme internal DPR. Hal tersebut diungkapkan Anis sebelum menjalani pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (3/5/2012).

Anis dimintai keterangan sebagai saksi untuk Wa Ode Nurhayati, tersangka kasus dugaan suap terkait pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID). "Intinya, itu bukan urusan saya. Kalau Anda tanya tentang detailnya, itu bukan urusan saya, itu bukan pekerjaan saya. Itu urusan Badan Anggaran, itu surat Menkeu kepada pimpinan Banggar, bukan kepada saya," kata Anis, seusai menjalani pemeriksaan KPK selama kurang lebih empat jam.

Selama pemeriksaan, kata Anis, penyidik KPK hanya mengajukan pertanyaan seputar surat-menyurat terkait pembahasan DPID 2011 antara Banggar DPR dan Kemenkeu. "Jadi surat Menkeu (Menteri Keuangan) bener enggak. Ini surat pimpinan Banggar, bener enggak. Ini surat Saudara, bener enggak, cuma itu," kata Anis.

Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera itu juga menilai tidak ada kesalahan prosedural terkait surat-menyurat ataupun pembahasan alokasi DPID tersebut. Pernyataan Anis ini sekaligus membantah tudingan Wa Ode Nurhayati yang mengatakan Anis dan dua unsur pimpinan Banggar DPR, yakni Olly Dondokambey dan Tamsil Linrung, terlibat kasusnya.

Seusai diperiksa di KPK pada 18 April, Wa Ode menyatakan, dalam kasusnya, penyalahgunaan jelas terjadi dalam proses surat-menyurat, yang kemudian merugikan kepentingan daerah. Hal itu mulai dari Anis. Menurut Wa Ode, Anis cenderung memaksa meminta tanda tangan Menkeu untuk menandatangani surat yang bertentangan dengan rapat Banggar.

Wa Ode juga mengatakan ada pelanggaran prosedural yang dilakukan mulai dari pimpinan DPR hingga pimpinan Banggar terkait pengalokasian dana DPID.

Menurut Wa Ode, ada kriteria yang dilanggar untuk menentukan daerah-daerah yang berhak menerima dana DPID. Wa Ode sendiri ditetapkan sebagai tersangka KPK atas dugaan menerima suap terkait pengalokasian dana DPID untuk tiga kabupaten di Aceh.

Wa Ode diduga menerima Rp 6 miliar dari pengusaha Fahd A Rafiq sebagai imbalan memasukkan tiga kabupaten di Aceh, yakni Pidie, Aceh Besar, dan Benar Meriah, dalam daftar daerah penerima DPID. Uang suap diduga diberikan Fahd melalui Haris Surahman yang mentransfernya melalui rekening staf pribadi Wa Ode, Sefa Yolanda. KPK pun menetapkan Fahd sebagai tersangka.

Dalam pengembangan kasus ini, KPK juga menetapkan Wa Ode sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait kepemilikan harta Rp 10 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com