Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemberian Dana Terkait Miranda

Kompas.com - 24/04/2012, 03:21 WIB

Jakarta, Kompas - Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi meyakini, pemberian cek perjalanan kepada anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 terkait erat dengan pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004. Miranda Swaray Goeltom menang dalam pemilihan itu.

Pengusaha Nunun Nurbaeti bersedia membantu Miranda berhubungan dengan anggota DPR itu. Dalam tuntutannya untuk Nunun, jaksa menilai, terdakwa terbukti terlibat dalam kasus penyuapan tersebut dan menuntutnya dengan 4 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan.

Dalam sidang kasus pemberian suap cek perjalanan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Senin (23/4), jaksa kembali menyebut pertemuan Nunun dan Miranda di Jalan Riau, Jakarta, 7 Juni 2004. Dalam pertemuan itu, Nunun meminta bawahannya, Arie Malangjudo, agar bersedia menyampaikan tanda terima kasih kepada anggota Komisi IX DPR.

Jaksa menyebutkan, Miranda minta dukungan kepada Nunun. ”Sebelum pelaksanaan pemilihan, terdakwa (Nunun) melakukan pertemuan dengan saksi Miranda. Dalam pertemuan itu, Miranda menyampaikan rencananya mengikuti pemilihan Deputi Gubernur Senior BI dan meminta dukungan serta dikenalkan kepada teman terdakwa yang menjadi anggota Komisi IX DPR,” kata Jaksa M Rum.

Menurut jaksa, Nunun menyanggupi permintaan Miranda itu. Selanjutnya, jaksa menyebutkan Nunun memfasilitasi pertemuan antara Miranda dan Endin AJ Soefihara dari Partai Persatuan Pembangunan serta Hamka Yandhu dan Paskah Suzetta dari Partai Golkar di rumah terdakwa, Jalan Cipete Raya, Jakarta. ”Setelah pertemuan selesai, terdakwa mendengar ada yang menyampaikan bahwa ini bukan proyek thank you,” kata Jaksa Rum.

Tuntutan jaksa terhadap Nunun juga menyajikan fakta hasil putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta terhadap sejumlah penerima cek perjalanan. Dimuatnya fakta hasil putusan pengadilan tipikor ini bisa kembali menjerat penerima suap. Ketika itu penerima suap didakwa kumulatif. Namun, jaksa tidak sepenuhnya bisa membuktikan dakwaannya karena gagal menghadirkan Nunun sebagai saksi pemberi suap. Nunun saat itu kabur ke luar negeri. Penerima suap pun terbukti sebagai penerima pasif saja.

Jaksa kali ini mendakwa Nunun dengan dakwaan alternatif, sebagai penyuap aktif. Pada dakwaan kedua, ia dijerat sebab memberikan suap/gratifikasi kepada penyelenggara negara.

Jika Nunun terbukti melanggar dakwaan pertama, menurut Jaksa Andi Suharlis, penerima suap bisa kembali diadili. ”Meski beberapa penerima suap sudah bebas, putusan peradilan mengikat mereka,” katanya. Terbuka bagi KPK mengajukan peninjauan kembali terhadap semua putusan pengadilan untuk penerima cek perjalanan.

Namun, dalam tuntutannya terhadap Nunun, jaksa tak mempertimbangkan pelarian terdakwa ke luar negeri. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie dan Guru Besar Hukum Pidana di Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji sepakat, semestinya jaksa menempatkan pelarian terdakwa itu sebagai hal yang memberatkan.

Jaksa Andi mengatakan, pertimbangan hal yang meringankan atau memberatkan dalam tuntutan adalah subyektivitas jaksa. Tuntutan empat tahun bagi Nunun sudah mendekati sempurna sesuai pasal yang didakwakan. Nunun mengatakan tuntutan itu sebagai hal yang biasa. Ia akan mengajukan pembelaan. (bil)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com