Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Belum Non-aktifkan Siti Fadilah

Kompas.com - 23/04/2012, 17:02 WIB
Hindra Liauw

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga kini belum menonaktifkan Siti Fadilah Supari sebagai anggota Dewan Pertimbangan Presiden.

Mantan Menteri Kesehatan itu tetap bekerja seperti biasa meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan untuk kejadian luar biasa tahun 2005.

"Sementara tetap anggota Wantimpres. Tetap bekerja," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha kepada para wartawan di Bina Graha, Jakarta, Senin (23/4/2012).

Julian kembali meminta media massa tetap menggunakan asas praduga tak bersalah. "Bagaimanapun, ada ruang bagi mereka untuk tidak dalam posisi atau dianggap bersalah, kecuali ada ketetapan hukum tetap," sambung Julian.

Ia menambahkan, Siti Fadilah tidak dapat serta-merta dapat disalahkan dalam penunjukan langsung soal pengadaan alat kesehatan. Ada peraturan tertentu yang memungkinkan adanya penunjukan langsung. Kendati demikian, Julian tak mengelaborasi peraturan tersebut.

Sebelumnya, pengacara Siti Fadilah, Yusril Ihza Mahendra, mengoreksi Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Sutarman yang menyebut Siti Fadilah itu kuasa pengguna anggaran.

"Saya ingin mengoreksi pernyataan Pak Sutarman bahwa Siti Fadilah itu kuasa pengguna anggaran. Itu enggak betul," kata Yusril kepada wartawan di MK Jakarta, Kamis lalu.

Menurut dia, UU Keuangan Negara melimpahkan kewenangannya itu ke kuasa pengguna anggaran sehingga menteri itu tidak terlibat dalam urusan teknis dalam pengeluaran uang dan menandatangani segala macam.

"Itu diserahkan kepada sekjen kementerian dan kemudian juga kepada unit-unit eselon satu yang terkait," katanya.

Yusril mengatakan bahwa Siti Fadilah sebagai menteri kesehatan pada prinsipnya hanya menyetujui penunjukan langsung dan terkait biaya yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan APBN dilakukan oleh pejabat eselon dua.

"Kalau kemudian di lapangan terjadi penyimpangan, pelaksana teknis itu mungkin beli barang yang enggak diperlukan, mungkin beli obat lebih dari yang dibutuhkan, sehingga menyebabkan terjadinya kerugian negara. Pertanyaannya harus sampai sejauh mana pertangggungjawaban itu dibebankan," katanya.

Yusril juga mempertanyakan status tersangka Siti Fadilah yang hingga saat ini belum ada surat penetapannya. "Belum tahu pasti, apakah beliau ini sudah dinyatakan sebagai tersangka atau belum," katanya.

Polisi menduga menteri kesehatan periode 2004-2009 itu terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat-alat kesehatan tahun 2005 dalam perannya sebagai kuasa pengguna anggaran.

Proyek pengadaan alat kesehatan untuk kejadian luar biasa penyakit tahun anggaran 2005 nilainya Rp 15,5 miliar dan dilaksanakan dengan sistem penunjukan.

Kasus pengadaan alat kesehatan untuk persiapan menghadapi kejadian luar biasa penyakit tersebut diduga merugikan negara sebesar Rp 6,1 miliar.

Selain Siti Fadillah, Bareskrim Polri sudah menetapkan empat tersangka dalam kasus tersebut, yakni MH selaku pejabat pembuat komitmen, HS selaku ketua panitia pengadaan, Mn selaku Direktur Operasional PT I sebagai penyedia barang atau pemenang lelang, dan MS selaku Direktur Utama PT MM sebagai subkontraktor.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

    Nasional
    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

    Nasional
    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

    Nasional
    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

    Nasional
    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

    Nasional
    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

    Nasional
    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

    Nasional
    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

    Nasional
    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

    Nasional
    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Hakim MK Diminta Selamatkan Konstitusi lewat Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    MK Bakal Unggah Dokumen 'Amicus Curiae' agar Bisa Diakses Publik

    MK Bakal Unggah Dokumen "Amicus Curiae" agar Bisa Diakses Publik

    Nasional
    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    PSI Punya 180 Anggota DPRD, Kaesang: Modal Baik untuk Pilkada

    Nasional
    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Polri Sebut 8 Teroris yang Ditangkap di Sulteng Pernah Latihan Paramiliter di Poso

    Nasional
    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    MK Kirim Surat Panggilan untuk Hadiri Pembacaan Putusan Sengketa Pilpres 2024

    Nasional
    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Putusan MK Soal Sengketa Pilpres 2024 Dinilai Bakal Tunjukan Apakah Indonesia Masih Negara Hukum

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com