Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sesat dan Menyesatkan

Kompas.com - 13/04/2012, 02:45 WIB

Oleh Said Aqil Siroj

Ada celotehan yang muncul: mengapa perbedaan—khususnya di ranah internal agama—saat ini terlihat semakin ganas. Mudah bersitegang, tidak pernah tuntas, ujungnya saling menyalahkan. Jangan murka dulu. Keluh kesah itu layak ditanggapi secara bijak. Seeing is believing, fakta yang bicara.

Apanya yang fakta? Kepenasaran kembali meluncur. Bukankah beda pendapat dalam segala hal sah-sah saja?

Dunia ini diciptakan sudah bermacam rupa. Mustahil untuk bisa dipersatukan. Tuhan menciptakan manusia dan seisi alam ini beragam supaya manusia saling memahami dan mengenali satu sama lain (lita’arafu). Penyeragaman terjadi karena ulah manusia yang didasari unsur luaran, semisal kepentingan politik.

Menyejarah

Sulit dielak, fakta keragaman dalam pemahaman internal keagamaan sering kali mencuat. Sungguh, fakta tersebut sudah terjadi jauh-jauh silam.

Dalam sejarah Islam, perbedaan pemikiran bukan sesuatu yang ”najis”. Vonis penajisan hanya ”dibakukan” dalam kelompok yang meyakini kebenaran pendapatnya, lalu menvonis pihak lain sebagai sesat. Baku hantam pun kerap mewarnai perjalanan dalam pencarian kebenaran.

Sejarah juga mencatat, hiruk-pikuk polemik dan kontroversi telah mewarnai pemikiran umat Islam sedari dulu. Sengitnya perdebatan antara Muktazilah, Murjiah, Rafidhah, dan Ahlussunnah, misalnya, telah direkam rinci oleh Abdul Qohir ibn Thahir ibn Muhammad al-Baghdadi dalam kitab al-Farqu bain al-Firaq. Dalam kitab tersebut terpapar dengan jelas kemajemukan pemahaman keagamaan.

Masyhur diketahui, dulu ada sekte khawarij yang mengaku pembela Islam yang paling orisinal. Mereka ini berslogan ’la hukma illa Allah’, tidak ada hukum kecuali yang datang dari Allah. Mereka hendak memancangkan kedaulatan hukum Allah.

Saking militannya untuk membela Islam, mereka jadi kalap dan tega-teganya mengafirkan kubu Ali bin Abu Thalib dan kubu Muawiyah bin Abu Sufyan yang terlibat dalam Perang Shiffin. Dalihnya, kedua kubu tersebut telah keluar dari Islam karena menempuh ”tahkim” (arbitrase) demi mengakhiri perang saudara di antara mereka.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com