JAKARTA, KOMPAS.com -- Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu yang disahkan menjadi undang-undang dalam Rapat Paripurna DPR tidak memperlihatkan gagasan baru. Beberapa pasal bahkan relatif sama dengan UU sebelumnya.
"UU Pemilu yang baru tidak terlalu jauh berbeda dengan UU sebelumnya," kata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang, Kamis (12/4/2012) di Jakarta.
Menurut Sebastian, UU Pemilu yang baru tidak memperlihatkan gagasan-gagasan baru dan jawaban atas soal-soal selama ini. Misalnya, soal dana kampanye atau kampanye yang efektif. Semestinya. kata dia, perlu diatur juga desain penguatan sistem presidensial, serta bagaimana rekrutmen calon legislatif yang baik, dan hubungan dengan rakyat.
"Dengan UU Pemilu baru saat ini, maka Pemilu 2014 nanti akan tak jauh berbeda dengan Pemilu 2009," katanya.
Pembahasan sampai rapat paripurna yang memakan waktu sampai dua tahun, memperlihatkan betapa proses itu berjalan lambat dan tidak efektif. Itu terjadi karena masing-masing partai hanya memikirkan kepentingan sendiri, dan tidak berusaha mencari titik temu dalam kepentingan lebih besar.
Proses yang berbelit-belit itu menjadi kedok untuk mengompromikan transaksi politik antara partai-partai di DPR. "Fraksi-fraksi di DPR sudah melenceng dari semangat untuk menata demokrasi yg lebih baik, efektif, menekankan representasi, bebas, dan adil," katanya.
Rapat Paripurna DPR, Kamis malam, akhirnya menyepakati beberapa pasal krusial dalam RUU Pemilu. Lewat beberapa kali voting, anggota dewan memilih sistem pemilu proporsional terbuka, ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 3,5 persen, alokasi kursi per dapil 3-10 untuk DPR, dan metode penghitungan konversi suara kuota murni.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.