Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Imparsial: RUU Konflik Sosial Khianati Reformasi

Kompas.com - 08/04/2012, 18:28 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rancangan Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial (RUU PKS) yang dirumuskan pemerintah dan DPR, dinilai berpotensi mencelakai reformasi.

Direktur Program Imparsial Al Araf mengatakan, RUU PKS ini hampir sama dengan RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB) yang pembahasannya mendapat perlawanan hingga berujung pada kematian seorang mahasiswa. Insiden itu kemudian dinamakan Tragedi Semanggi 1999. Mahasiswa menolak RUU PKB yang dianggap memberi kekuasaan militer untuk mengambil kendali pemerintahan atas nama keamanan dan keselamatan negara.

"Apabila parlemen mengesahkan RUU (PKS) ini, bentuk penghiatan terhadap gerakan mahasiwa, penghianatan gerakan reformasi, hampir sama masalahnya dengan RUU PKB yang menyebabkan korban jiwa," kata Al Araf dalam diskusi bertajuk 'Sesat pikir RUU Penanggulangan Konflik Sosial' di Jakarta, Minggu (8/4/2012).

Salah satu poin RUU PKS itu berisikan aturan melibatkan kekuatan militer dalam menghadapi hal-hal yang dianggap konflik sosial. Menurut Al Araf, definisi konflik sosial dalam RUU PKS tersebut masih terlalu luas. "Demo mahasiswa nantinya bisa dikategorikan konflik sosial," ujarnya.

Dengan definisi konflik sosial yang luas ini, lanjut Al Araf, pelibatan kekuatan militer seolah kembali ke era orde baru. "Menghadapkan militer dengan masyarakat, ini harus ditolak, karena banyak nyawa meninggal di tahun 1998. Sangat amat berbahaya sekali RUU ini," ujar Al Araf.

RUU ini mengandung pasal menyatakan bahwa kepala daerah memiliki kewenangan untuk meminta pengerahan dan penggunaan TNI melalui Forum koordinasi pimpinan daerah dalam menangani konflik sosial di wilayahnya. Al Araf juga memandang pemberian kewenangan kepada kepala daerah untuk bisa mengerahkan TNI dalam penanganan konflik sosial merupakan bentuk pengambilalihan kewenangan Presiden.

Hal itu, katanya, bertentangan dengan Konstitusi 1945 dan Undang-undang No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yang menegaskan bahwa kewenangan pengerahan TNI ada di tangan Presiden.

Dia juga mengatakan, pembahasan RUU ini sarat dengan perselingkuhan kepentingan ekonomi, politik, dan pemegang modal. Selain itu, katanya, proses pembahasan RUU PKS ini cacat hukum karena tidak melibatkan masyarakat sipil. "Memang tidak ada ruang partisipasi, sosialisasi, memang diselundupkan untuk disahkan, dibahas diam-diam sehingga tidak ada resistensi," kata Al Araf.

Adapun pembahasan RUU Penanganan Konflik Sosial oleh Pansus DPR saat ini telah memasuki tahap akhir dan rencananya akan segera disahkan menjadi Undang-undang dalam sidang paripurna tanggal 10 April 2012.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com