Yanti Sriyulianti, Ketua Sekretariat Nasional (Seknas) Sekolah Aman, Jumat (6/4), di Jakarta, mengatakan, sekolah harus aman dari bencana karena pada satu ruang banyak dihuni anak-anak. Karena itu, standar minimum fisik maupun nonfisik sekolah harus diterapkan pada rehabilitasi sekolah yang berlangsung saat ini.
”Langkah ini untuk mengurangi risiko saat terjadi bencana,” kata Yanti.
Yanti mengatakan, Seknas Sekolah Aman dibentuk Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang didukung, antara lain, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Pengurus Pusat Ikatan Alumni ITB, serta Perkumpulan Kerlip. Seknas Sekolah Aman membuat pedoman penerapan sekolah/madrasah aman dari bencana.
Menurut Indeks Rawan Bencana Indonesia, hampir seluruh pelosok Nusantara rawan bencana. Jumlah anak sekolah yang terpapar dalam beberapa bencana, seperti gempa bumi, kebakaran, banjir, angin topan, tanah longsor, dan bahaya alam lainnya juga meningkat.
Kemdikbud melansir, sampai akhir tahun 2011 sebanyak 194.844 ruang kelas SD dan SMP rusak berat. Data dari Kementerian Agama menunjukkan, dari 208.214 ruang kelas madrasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah sebanyak 13.247 ruang kelas rusak berat dan 51.036 ruang kelas rusak ringan.
BNPB melansir data sekolah rusak berat pascabencana sepanjang 2009-2011 di Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Barat, Papua, Papua Barat, Sumatera Utara, dan Jambi sebanyak 12.684 ruang kelas. Dari jumlah itu, 244 di antaranya sudah dibangun kembali oleh pemerintah.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan Musliar Kasim mengatakan, pedoman sekolah/madrasah aman yang disusun beragam pemangku kepentingan ini patut diapresiasi.
”Untuk petunjuk teknis rehabilitasi sekolah tahun 2012 sudah keluar. Tetapi tentu saja aspek keamanan bangunan juga diperhatikan. Dengan adanya pedoman sekolah/madrasah aman yang baru, nanti juga akan dijadikan rujukan dalam rehabilitasi atau pembangunan sekolah-sekolah,” kata Musliar.