Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Demo 21 Kepala Daerah Dievaluasi

Kompas.com - 30/03/2012, 00:06 WIB
Nina Susilo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com Kementerian Dalam Negeri mengevaluasi 21 kepala daerah, yang ikut menolak kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Setidaknya, teguran siap dilayangkan kepada para kepala daerah yang dinilai "mbalelo" terhadap kebijakan pemerintah pusat.

"Sejauh ini sudah 21 kepala daerah dievaluasi karena menolak kenaikan harga BBM. Ini melanggar etika penyelenggara pemerintahan," kata Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, Kamis (29/3/2012) malam di Jakarta.

Kebanyakan, kepala daerah yang menolak rencana kenaikan harga BBM berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Beberapa kepala daerah asal PDI-P yang berunjuk rasa menentang kebijakan ini adalah Wali Kota Malang Peni Suparto, Wali Kota Probolinggo M Buchori, Wakil Wali Kota Surakarta FX Hadi Rudyatmo, dan Wakil Wali Kota Surabaya Bambang Dwi Hartono.

Sebagian lainnya ikut menandatangani pernyataan penolakan kenaikan harga BBM, atau menyatakan menolak kenaikan harga BBM di wilayahnya.

Mereka antara lain Gubernur Bali I Made Mangku Pastika, Bupati Ngawi Budi Sulistyono, Bupati Magetan Sumantri, Wakil Bupati Ponorogo Yuni Widyaningsih, Wakil Bupati Brebes Idza Priyanti, Wakil Bupati Jember (nonaktif) Kusen Andalas, Bupati Sukoharjo Wardoyo Wijaya, Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti, Bupati Klungkung Wayan Candra, Wakil Bupati Buleleng Made Arga Pynatih, Wakil Wali Kota Denpasar GN Jaya Negara, Wakil Bupati Bangli Sang Nyoman Sedana Arta, dan Wakil Bupati Jembrana Made Kembang Hartawan.

Gamawan mengatakan, pihaknya menegur para kepala daerah tanpa melihat asal partai politiknya. Setelah menjadi kepala daerah, semestinya sudah tidak ada lagi "baju" partai. Karenanya, beberapa kepala daerah yang bukan berasal dari PDI-P juga akan ditegur.

Mereka antara lain Bupati Bangkalan Fuad Amin (PKB), Bupati Ponorogo Amin (Partai Golkar), Wakil Bupati Bone Andi Said Pabokori (Partai Demokrat), dan Wali Kota Batam Ahmad Dahlan (Partai Demokrat).

"Karena belum menjadi undang-undang, kami hanya menegur karena pelanggaran etika penyelenggara pemerintahan. Sebab, kepala daerah adalah subsistem dari pemerintah pusat," tutur Gamawan.

Bila kebijakan ini sudah disetujui DPR dan masuk dalam Undang-Undang Perubahan APBN, pemberhentian dapat dilakukan. Namun, kata Gamawan, Kementerian Dalam Negeri masih akan mengevaluasi. Pemberhentian tetap memerlukan mekanisme yang panjang, mulai dari interpelasi DPRD, pengajuan ke Mahkamah Agung, lalu diusulkan DPRD, baru terakhir ditetapkan pemerintah pusat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com