Kenaikan harga dunia menjadi alasan utama keputusan pemerintah itu. Tanpa kenaikan harga, defisit APBN akan bertambah besar, demikian pula dengan defisit neraca perdagangan karena Indonesia telah menjadi importir neto minyak.
Berbeda dengan tahun 2005 dan 2008, kenaikan subsidi saat ini tidak hanya disebabkan oleh kenaikan harga dunia, tetapi juga melonjaknya konsumsi BBM bersubsidi. Namun, di sisi lain, jika kenaikan harga minyak dunia tahun 2005 dan 2008 diikuti dengan gejolak perekonomian—yakni depresiasi rupiah, kenaikan suku bunga dan inflasi—pada 2012 hal tersebut tidak terjadi.
Mengurangi volume konsumsi BBM tanpa kenaikan harga harus dilakukan dengan menyediakan alternatif yang lebih murah dan aman. Langkah ini tidak mudah dan tidak cepat dilakukan. Sebaliknya, sudah banyak studi yang membuktikan bahwa kenaikan harga BBM akan diikuti dengan penurunan konsumsi BBM.
Pada 2005, harga minyak dunia meroket dari 25 dollar AS per barrel menjadi sekitar 60 dollar AS per barrel dan beban subsidi BBM melonjak dari Rp 21 triliun menjadi Rp 120 triliun apabila harga BBM tidak dinaikkan. Pada tahun itu, pemerintah telah dua kali menaikkan harga BBM, yakni Maret dan Oktober.
Bulan Maret, harga BBM dinaikkan 32 persen untuk premium (dari Rp 1.810 menjadi Rp 2.400 per liter) dan solar dari Rp 1.650 menjadi Rp 2.100 per liter atau 27 persen. Pada 1 Oktober 2005, pemerintah kembali menaikkan harga BBM secara signifikan. Harga premium naik dari Rp 2.400 menjadi Rp 45.000 per liter (87 persen) dan harga solar naik dari Rp 2.100 menjadi Rp 4.300 per liter (105 persen).
Meskipun memberatkan, kenaikan harga BBM tersebut telah menolong perekonomian dari dua masalah makroekonomi. Pertama, pemborosan anggaran dan kedua, gejolak rupiah. Dengan kenaikan harga BBM juga terjadi penghematan konsumsi BBM.
Tahun 2008, harga BBM kembali dinaikkan dengan alasan lebih kurang sama, yakni kenaikan harga minyak mentah dunia. Namun, kerumitan terjadi karena ada gejolak di pasar keuangan. April 2008, harga saham jatuh cukup tajam, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah juga melonjak.