JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menginstruksikan Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo untuk melakukan pengusutan tuntas terkait insiden penembakan di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat, Sabtu (24/12/2011). Saat ini, Presiden tengah menunggu hasil pengusutan yang dilakukan kepolisian.
"Jika benar ada tindakan yang dilakukan di luar SOP (standard operating procedure), maka ini harus ditindak tegas," kata Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (27/12/2011).
Julian juga mengatakan, Presiden meminta kepolisian menindak oknum yang terbukti melakukan tindakan provokasi sehingga terjadi bentrok antara warga dan aparat keamanan.
Ketika ditanya desakan publik agar Presiden mengevaluasi internal Polri, Julian mengatakan, Presiden tengah menunggu hasil investigasi internal polisi.
Sebelumnya, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai, insiden penembakan di Sape, menjadi ujian berat bagi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan, selaku pemimpin negara, Presiden harus bertanggung jawab dan segera menyelesaikan persoalan tersebut. "Ini ujian buat Presiden, karena peristiwa ini adalah pengulangan atas potret ketidakberesan pemerintah menata tanah untuk rakyat," kata Haris kepada Kompas.com di Jakarta, Senin (26/12/2011).
Haris mengungkapkan, rakyat saat ini seharusnya mendapatkan bimbingan dan perlindungan dari negara. Pemerintah, menurut Haris, terkesan hanya pro terhadap kepentingan ekonomi penguasa-penguasa besar yang tidak berpihak kepada rakyat. "Sangat patut dicurigai bahwa birokrat-birokrat menikmati hasil melalui upeti dan suap dari penerbitan izin. Dan konsekuensinya, rakyat menderita dan tidak memiliki akses terhadap tanah, tanah yang menjadi sumber bertahan hidupnya," katanya.
Apalagi, tambah Haris, berbagai upaya rakyat dalam menyampaikan aspirasinya, saat ini selalu dikalahkan oleh sikap tak acuh lembaga-lembaga koreksi seperti pengadilan. Bahkan, ketika rakyat marah atau menyampaikan aspirasinya selalu dikriminalkan. "Bahkan kerap ditembaki. Dan dugaan saya dalam waktu dekat rakyat-rakyat di daerah yang akses tanahnya dihambat akan bergerak. Kalau Tunisia bergerak di kota, di Indonesia pergerakan menentang pemerintah akan datang dari kepungan para petani. Ini ujian bagi Presiden," kata Haris.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.