Palangkaraya, Kompas -
Kondisi itu mengemuka pada Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi (REDD)+ Retreat yang digelar Kementerian Kehutanan di Palangkaraya, 16-17 Desember 2011. ”Siapa saja, di mana saja, dan apa saja yang dilakukan dalam proyek-proyek itu tidak terpantau dengan baik,” kata Liaison Officer REDD+ Kementerian Kehutanan di Kalimantan Tengah Jansen Tangketasik di Palangkaraya, Sabtu (17/12).
Program REDD+ merupakan mekanisme di bawah Protokol Kyoto yang memungkinkan negara-negara pemilik hutan memperoleh pendanaan dari negara-negara maju yang diwajibkan menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) penyebab pemanasan global. Dana diberikan dalam persiapan program ataupun ketika program sudah disepakati, yakni memastikan kondisi hutan tetap lestari sehingga menyerap dan menyimpan karbon dioksida, salah satu unsur pembentuk GRK.
Setidaknya ada tujuh aktivitas demonstrasi di Kalteng yang semuanya melibatkan donor asing, di antaranya kerja sama Indonesia-Australia, WWF Indonesia, Starling Resources, McKinsey & Co, dan Clinton Climate Foundation.
Minimnya koordinasi antarproyek persiapan REDD+ juga disebutkan Koordinator Pemerintah Australia dalam program Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership (IAFCP) Hanafi Guciano. ”Progres program- program di Kalteng tidak terpantau,” katanya.
IAFCP mengalokasikan hibah 100 juta dollar Australia untuk persiapan program REDD+ di Indonesia, yang sebagian besar di antaranya dikucurkan untuk mendanai sejumlah proyek di Kalimantan. Ia berharap ada semacam
Menurut Jansen, keberadaan informasi ”satu pintu” atas
Sebaliknya, tanpa ada
Pemerintah Provinsi Kalteng awal 2011 meresmikan Sekretariat Komisi Daerah REDD+. Sekretariat itu diharapkan menangani berbagai rencana terkait dengan program REDD+ berkoordinasi dengan Satuan Tugas REDD+ di tingkat nasional.
”Komisi daerah REDD+ ini menjadi pintu masuk dan keluar segala hal terkait dengan proyek di Kalteng,” kata Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kalteng Mursid Marsono.
Namun, efektivitas kerja Komisi Daerah REDD+ Kalteng masih butuh diperkuat. Salah satu indikasinya, progres beberapa aktivitas demonstrasi di Kalteng belum terpantau.
Kepala Pusat Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Kehutanan Agus Sarsisto mengatakan, berbagai proyek persiapan REDD+ dibutuhkan Indonesia. Berbagai persiapan itu akan menjadikan Indonesia sebagai salah satu dari beberapa negara yang akan menerima manfaat sejak awal apabila nantinya REDD+ benar-benar disepakati dunia untuk diterapkan.