Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hilangkan Batas dan Satukan Keprihatinan

Kompas.com - 09/12/2011, 04:41 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi ada karena ketidakmampuan saya dan Pak Darmono. Kalau kami bisa, Pak Busyro tidak perlu di sini.” Di tengah forum dialog kebudayaan yang berlangsung cair dan penuh kesetaraan, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jenderal Sutarman mengungkapkan pernyataan itu. Berbeda dengan situasi riil, dalam dialog kebudayaan peserta saling mengkritik secara terbuka tanpa arogansi kelembagaan.

Dialog kebudayaan bertemakan ”Negara Hukum, Manusia Akhlak”, pekan lalu di Pendapa Tamansiswa, Yogyakarta, menghadirkan Sutarman, Wakil Jaksa Agung Darmono, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Busyro Muqoddas, Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah, serta budayawan Emha Ainun Nadjib, Sindhunata, dan Mohammad Sobari.

Menurut Sutarman, selama ini, orang tua sering kali menakut-nakuti anak mereka dengan sosok polisi. ”Semestinya mereka menakut-nakuti dengan korupsi, bukan polisi,” katanya.

Namun, Emha membantah hal itu. Anggapan sosok polisi menakutkan sudah turun-temurun. ”Bukan orang ingin menjelek-jelekkan polisi, melainkan sebutan itu muncul karena mereka mengalami sendiri,” katanya.

Tak puas, Emha bertanya kepada hadirin dalam diskusi. ”Kowe ngerasa aman opo ora karo polisi? Kowe ngerasa aman opo ora karo kejaksaan? (Kalian merasa aman atau tidak dengan polisi? Kalian merasa aman atau tidak dengan kejaksaan?) Hadirin pun serentak berkata, ”Tidak...!” Saat ditanya, ”Kamu merasa aman atau tidak dengan KPK?” Sebagian hadirin menjawab ya, sebagian tidak.

”Ini jawaban rakyat jujur. Tak dipolitisasi,” kata Emha. Mendengar hal ini, Sutarman, Darmono, dan Busyro pun tersenyum dan hadirin tertawa.

Menurut Emha, hanya di acara dialog budaya, jaksa, polisi, dan KPK bisa bertemu dan saling memberi masukan sebagai sesama manusia. Harapannya, melalui forum ini kemanusiaan setiap individu bisa tumbuh.

”Tujuan Pak Busyro dalam diskusi kebudayaan ini adalah menyinergikan kepolisian, kejaksaan, dan KPK. Semua dirajut menjadi satu,” ucap Emha.

Busyro mengakui, korupsi di Indonesia berkembang seperti penyakit kanker. Pemberantasan korupsi tak cukup dilakukan dengan perangkat hukum, tetapi juga pembangunan akhlak.

Sindhunata menambahkan, korupsi pada dasarnya melawan hati nurani masyarakat. Namun, semakin hari justru makin parah. Kemanusiaan terancam korupsi. ”Korupsi bukan hanya kejahatan terhadap penilepan uang, melainkan juga kejahatan pada kemanusiaan,” ungkapnya. (Aloysius B Kurniawan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com