JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi periode 2007-2011 memiliki kendala dalam bidang pencegahan tindak korupsi. Dalam bidang tersebut, strategi KPK terkesan tidak fokus pada lembaga pemerintah yang memiliki anggaran besar dan memberikan masukan terbesar bagi pendapatan negara.
Anggota Badan Pekerja ICW, Tama S Langkun, mengatakan, KPK pada masa pimpinan yang baru harus melakukan pendekatan pencegahan tersebut dengan baik. Pendekatan itu harus ditopang dengan tekanan agar memastikan rekomendasi kebijakan antikorupsi yang harus diterapkan oleh instansi pemerintah dapat dijalankan secara konsisten dan berkelanjutan.
"Sebagai contoh, lihat saja bagaimana rekomendasi KPK kepada Kementerian Agama bahwa sektor yang rawan korupsi adalah penyelenggaran ibadah haji. Pasalnya, setiap tahun, laporan itu selalu ada," ujar Tama, Kamis (8/12/2011) di Jakarta.
Menurut Tama, saat ini publik kurang mendapatkan informasi terkait apa yang sudah dilakukan KPK dan apa indikator keberhasilan KPK dalam bidang pencegahan korupsi. Padahal, berdasarkan realisasi anggaran pada 2010 sebesar Rp 264,8 miliar, penyerapan anggaran untuk program pencegahan sebanyak Rp 16,2 miliar. Jumlah ini lebih besar daripada anggaran di bidang penindakan sebesar Rp 10,4 miliar.
"Hal itu bisa terjadi mungkin karena KPK terlalu banyak mengeluarkan energi dan perhatian untuk melakukan agenda pendidikan antikorupsi yang berbau seremonial," kata Tama.
Untuk mengefektifkan bidang pencegahan tersebut, Tama berharap KPK lebih fokus menata sistem antikorupsi pada lembaga yang paling rentan terhadap korupsi. Ia menilai, pendekatan secara acak di berbagai tempat yang tidak menghasilkan banyak perubahan perlu diubah dengan pendekatan baru yang lebih efektif.
"Hal ini harus dijadikan salah satu prioritas KPK bagi pimpinan KPK yang baru. Sebab, sejauh ini pola kerja KPK dilakukan secara acak dan kurang strategis, sementara tantangan KPK ke depan semakin berat karena adanya tekanan politis yang menargetkan KPK untuk menyelesaikan kasus-kasus besar," kata Tama.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.