Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deforestasi Tahun 2000-2005 Berlipat

Kompas.com - 01/12/2011, 03:14 WIB

Durban, Rabu - Periode 2000-2005 laju deforestasi tiga kali lipat dibandingkan dengan periode 1990-2000. Penelitian Organisasi Pangan dan Pertanian, deforestasi tahun 1990-2000 mencapai 4,1 juta hektar yang berarti laju deforestasinya 0,41 juta hektar per tahun. Sementara itu, periode 2000-2005, deforestasi mencakup 6,1 juta hektar atau sekitar 1,2 juta hektar per tahun.

”Penggundulan hutan menyebabkan jutaan orang kehilangan penghidupan dari hutan serta jasa lingkungan krusial untuk keamanan pangan, kesejahteraan, dan kesehatan lingkungan,” kata Asisten Sekretaris Jenderal FAO Eduardo Rojas-Briales di Durban, Rabu (30/11). Di Asia, deforestasi masif di China karena perluasan perkebunan.

Data itu diambil FAO yang pertama kalinya menggunakan satelit untuk pemetaan hutan. Di Amerika Selatan dan Afrika, penggundulan hutan karena perubahan fungsi menjadi daerah pertanian.

Sepanjang 15 tahun penelitian, total hutan hilang 72,9 juta hektar, lebih rendah 32 persen dari perkiraan semula. Dari survei itu diketahui, kawasan hutan menutup 30 persen permukaan daratan seluruh dunia.

Sementara itu, para perunding utusan lebih dari 190 negara anggota Kerangka Kerja Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) berusaha mencari titik temu menentukan langkah pengurangan emisi gas rumah kaca, penyebab meningkatnya suhu atmosfer bumi. Pengurangan emisi bertujuan menghambat kenaikan hingga 2 derajat celsius pada 2100 dibandingkan dengan suhu atmosfer bumi pada masa Revolusi Industri, 150 tahun lalu.

Kenaikan suhu bumi 2 derajat celsius akan mengakibatkan naiknya intensitas dan frekuensi bencana, seperti kekeringan, banjir, badai, dan naiknya permukaan air laut.

Di Jakarta, Ketua Departemen Hubungan Internasional dan Keadilan Iklim Walhi Teguh Surya menegaskan, konferensi di Durban dikhawatirkan hanya akan menghasilkan mekanisme pasar baru mengakomodasi kepentingan industri negara maju. Kemungkinan lain adalah tidak adanya kesepakatan mengikat sebagai lanjutan dari komitmen pada Protokol Kyoto yang tahap pertamanya akan berakhir tahun depan.

”Seharusnya Indonesia sebagai negara yang diharapkan menjadi pemimpin penyelamatan iklim mengambil sikap jelas dan tegas,” katanya.(AFP/LIVESCIENCE/ISW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com