Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyelesaian Hukum Diharapkan Berefek Jera

Kompas.com - 02/11/2011, 02:33 WIB

Jakarta, Kompas - Kementerian Kehutanan meminta kematian tak wajar orangutan di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, serta kejadian berikutnya diselesaikan secara hukum. Ini untuk memberi efek jera, meski diragukan penegakan hukum berpihak kepada perlindungan spesies langka itu.

”Kami menginstruksikan Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk serius memproses kematian orangutan itu secara hukum. Semoga menjadi pembelajaran bagi siapa pun,” kata Agus SB Sutito, Kepala Subdirektorat Konservasi Spesies, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan (Kemhut), Selasa (1/11), di Jakarta. Ia ditemui seusai berbicara pada presentasi penelitian Potret Kondisi Orangutan Kalimantan oleh The Nature Conservancy (TNC) bersama Perhimpunan Pemerhati dan Peneliti Primata Indonesia (Perhappi) bersama 18 lembaga swadaya masyarakat lokal.

Terkait temuan tulang-belulang orangutan (Pongo pygmaeus morio) di lahan sawit Muara Kaman, Kutai Kartanegara, Kemhut belum mendapat laporan dari BKSDA setempat. Kemhut akan mendekati pemerintah daerah agar membentuk tim koordinasi penanganan konflik antara satwa liar dan warga.

Ribuan terbunuh

Penelitian Potret Orangutan Kalimantan, April 2008 hingga September 2009, menunjukkan 750-1.800 orangutan di Kalimantan dibunuh pada 2007. Itu olahan data statistik wawancara terhadap 40 persen dari semua desa yang berpotensi terhadap sebaran orangutan di Kalimantan.

Menurut warga, selama tahun 2007, ada 691 orangutan Kalimantan dibunuh dengan berbagai tujuan. Sebanyak 90 persen kasus dilakukan responden. Ada yang disebabkan ketakutan, terpaksa, atau diperintahkan korporasi perkebunan/tanaman industri. Konflik terjadi di desa dekat kawasan perkebunan kelapa sawit, sawah, atau hutan tanaman industri.

”Daripada merehabilitasi orangutan yang mahal, sekitar Rp 1,5 juta per ekor per bulan. Belum lagi lokasi pelepasliaran yang aman juga susah didapat. Lebih mudah membunuh dan menutupinya dengan tanah,” ucap Niel Makinuddin, Program Manager TNC di Kalimantan Timur.

Proses studi itu dipublikasikan jurnal PlosOne. Laporan akan diterbitkan beberapa waktu mendatang oleh 30 penulis.

Menurut Damayanti Buchori, ahli ekologi Institut Pertanian Bogor, yang saat penelitian termasuk pengolah data di TNC, studi metode survei dan kuisioner ini perlu dicek di lapangan.

Kematian orangutan berakibat fatal jika 1 persennya saja betina. Orangutan betina rentan karena lebih mudah ditangkap. Jarak kelahiran anakan 6-9 tahun. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com