Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Agus: Kekuatan Pemburu Rente yang Lindungi Nunun

Kompas.com - 01/11/2011, 05:44 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan terpidana kasus suap cek pelawat, Agus Condro, menduga, kekuatan besar yang melindungi Nunun Nurbaeti berasal dari kalangan pemburu rente yang berkepentingan memenangkan orang tertentu sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004.

"Kekuatan ini menurut saya itu konspirasi besar para pemburu rente yang ingin mengambil keuntungan ekonomi dengan menempatkan pejabat-pejabat strategis di BI," kata Agus di Jakarta, Senin (31/10/2011).

Agus ditanya soal kekuatan besar yang melindungi Nunun dalam pelariannya. Nunun, tersangka kasus dugaan suap cek pelawat terkait pemilihan DGS BI 2004 itu buron dan keberadaannya masih gelap. Ketua KPK Busyro Muqoddas pernah mengungkapkan bahwa istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Darajatun itu dilindungi "kekuatan besar".

Dalam kasus suap cek pelawat, kata Agus, ada sponsor yang berkepentingan menempatkan orang tertentu di BI dengan cara membayar anggota parlemen. Namun, dia tidak menyebutkan siapa sponsor yang dimaksud. "Kan di media massa sudah dipublikasikan, tetapi kan mata rantainya putus karena orang yang menerima, seperti Ferry Yen, sudah meninggal. TC (traveller's cheque atau cek pelawat) itu sampai ke Bu Nunun, mata rantainya sudah putus. Kalau Bu Nunun bisa dihadirkan, nanti akan jadi lebih jelas," ungkap mantan anggota DPR 1999-2004.

(Alm) Ferry Yen yang disebut Agus Condro itu disebut sebagai pemesan 480 lembar cek pelawat di Bank Internasional Indonesia melalui Bank Artha Graha. Dalam persidangan kasus cek pelawat April lalu, Direktur Keuangan PT First Mujur Plantation and Industry Budi Santoso mengungkapkan, cek pelawat itu dipesan sebagai pembayaran uang muka pembelian lahan kelapa sawit 5.000 hektar di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara.

Menurut Budi, awalnya Ferry meminta pembayaran tanah tersebut dalam bentuk cek. Namun, ketika akan dilakukan pembayaran dengan tujuh lembar cek, Ferry tiba-tiba meminta pembayaran dengan cek pelawat. Maka, PT First Mujur meminta Bank Artha Graha menukar cek-cek itu dengan cek pelawat pecahan Rp 50 juta. Cek pelawat tersebutlah yang kemudian mengalir ke parlemen pada masa pemilihan DGS BI.

Diduga, cek dialirkan oleh Nunun Nurbaeti melalui anak buahnya, Ary Malangjudo. Agus mengatakan, untuk mengungkapkan siapa auktor intelektualis di balik pemberian cek pelawat ini diperlukan keterangan Nunun. "Hadirkan Nunun, gambarannya akan jelas siapa sesungguhnya aktor intelektual itu," katanya.

Namun, Agus mengaku pesimistis jika KPK akan mampu menangkap Nunun. "Wong saya sudah menjalani hukuman sembilan bulan, sampai saat ini belum ada kabar berita. Mau optimis bagaimana? Dulu saya memang optimis, tapi setelah masa hukuman, terus memperoleh bebas bersyarat, kok belum ada kabar berita soal Nunun?" ucap Agus.

Secara terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan adanya kekuatan asing yang melindungi Nunun. Kekuatan itu bisa saja berasal dari rekanan bisnis Nunun yang berada di luar negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

    Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

    Nasional
    KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

    KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

    Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

    Nasional
    Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

    Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

    Nasional
    Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

    Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

    Nasional
    Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

    Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

    Nasional
    Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

    Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

    Nasional
    KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

    KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

    Nasional
    Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

    Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

    Nasional
    Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

    Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

    Nasional
    Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

    Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

    Nasional
    Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

    Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

    Nasional
    Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

    Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

    Nasional
    DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

    DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

    Nasional
    Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

    Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com