Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Akui Kesulitan Buktikan Otak Kasus Surat Palsu MK

Kompas.com - 25/10/2011, 16:26 WIB
Maria Natalia

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus pemalsuan dan penggelapan surat Mahkamah Konstitusi masih bergulir di Badan Reserse dan Kriminal Polri. Dua tersangka salah satunya mantan juru panggil MK, Masyhuri Hasan, kini menjadi terdakwa kasus itu dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu, nama mantan Panitera MK, Zainal Arifin Hoesein, juga ditetapkan sebagai tersangka dan sedang diproses kelengkapan berkas perkaranya.

Lantas bagaimana dengan pengguna surat palsu itu maupun otak perencana terjadinya pemalsuan dan penggelapannya? Jawaban tersebut belum dapat disampaikan Polri hingga saat ini.

Menurut Kabareskrim Polri, Komisaris Jenderal Sutarman, pihak di luar Polri bisa saja menguraikan kasus tersebut dengan logika. Namun, tidak dengan penyidik kepolisian. Polisi, kata Sutarman, belum bisa menentukan tersangka baru tanpa bukti yang kuat.

"Kejadian itu jauh (sudah lama). Logika kita kan berpikir ada yang menyuruh, ada yang membuat dan ada yang mempergunakan. Tapi kita kan tidak berdasar logika, tapi bukti," ujar Sutarman di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Selasa (25/11/2011).

Waktu peristiwa yang terlampau lama menjadi salah satu alasan kesulitan Polri mengungkap kasus yang disebut-sebut melibatkan Politisi Demokrat, Andi Nurpati. Apalagi, disebut kebanyakan pembicaraan antar orang-orang di dalam kasus itu, dilakukan via telepon. Oleh karena itu barang bukti harus berupa rekaman telepon.

"Sampai sekarang kita belum menemukan bukti yang menyuruh itu siapa karena kasusnya sudah setahun yang lalu. Ada (pelaku) yang menyuruh mungkin melalui telepon. Kita buka teleponnya sudah tidak ada komunikasi antara mereka," tuturnya.

"Itu salah satu kesulitan pembuktian mereka. Bukan apa-apa tapi sulit. Karena ini kan bukti elektronik. Kan kala setahun sudah dihapus," sambungnya.

Namun, kata Sutarman, penyidikan kasus tersebut akan terus berlanjut. Pihaknya masih akan memanggil saksi-saksi lainnya untuk mendapatkan bukti-bukti baru.

"Kita tetap memanggil pihak-pihak yang terlibat untuk menemukan bukti. Satu-satunya bukti kita adalah bukti elektronik. Kita masih berusaha maksimal," pungkasnya.

Seperti yang diketahui, kasus yang terjadi di antara MK dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) ini terjadi pada tahun 2009. Berawal dari penggunaan surat palsu jawaban putusan MK bernomor 112 yang dibuat pada 14 Agustus 2009 dan dipalsukan oleh Masyhuri Hasan pada 15 Agustus 2009. Surat palsu itu digunakan untuk memenangkan caleg dari Dapil Sulawesi Selatan I asal Partai Hanura, Dewi Yasin Limpo.

Berdasarkan fakta yang diungkapkan sejumlah anggota KPU dalam panja mafia pemilu, surat asli yang sebenarnya baru dibuat MK pada 17 Agustus 2009, berada di tangan Andi Nurpati. Itu pun baru ia serahkan kepada Biro Hukum KPU, setelah berpamitan meninggalkan KPU dan masuk menjadi kader Demokrat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Jokowi Ingatkan Pentingnya RUU Perampasan Aset, Hasto Singgung Demokrasi dan Konstitusi Dirampas

Nasional
Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Menko di Kabinet Prabowo Akan Diisi Orang Partai atau Profesional? Ini Kata Gerindra

Nasional
Selain 2 Oknum Lion Air,  Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Selain 2 Oknum Lion Air, Eks Pegawai Avsec Kualanamu Terlibat Penyelundupan Narkoba Medan-Jakarta

Nasional
Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Dirut Jasa Raharja: Efektivitas Keselamatan dan Penanganan Kecelakaan Mudik 2024 Meningkat, Jumlah Santunan Laka Lantas Menurun

Nasional
Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Nasional
Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

Nasional
Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Nasional
Alasan Hasto soal Jokowi Datang ke Anak Ranting PDI-P Dulu sebelum Bertemu Megawati

Alasan Hasto soal Jokowi Datang ke Anak Ranting PDI-P Dulu sebelum Bertemu Megawati

Nasional
Pendukung Prabowo-Gibran Bakal Gelar Aksi di Depan MK, Hasto: Percayakan Hakim, Jangan Ditekan-tekan

Pendukung Prabowo-Gibran Bakal Gelar Aksi di Depan MK, Hasto: Percayakan Hakim, Jangan Ditekan-tekan

Nasional
Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak 'Online'

Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak "Online"

Nasional
Ketum Projo Nilai 'Amicus Curiae' Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Ketum Projo Nilai "Amicus Curiae" Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Nasional
Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com